REPUBLIKA.CO.ID,Sejak kecil, saya bermimpi untuk dapat terbang di langit dengan bebas seperti burung-burung. Perasaan bebas itu terus mengusik pikiranku. Mengapa manusia tidak bisa bebas terbang seperti layaknya burung di udara. Hingga suatu waktu akhirnya saya menemukan bahwa pesawat terbang merupakan alat bagi manusia untuk dapat merasakan perjalanan di udara. Terbang, bagi saya adalah impian yang bisa menjadi kenyataan. Dan impian ini terjawab saat saya kelas 4 SD mendapat kesempatan untuk naik pesawat terbang.
Destinasi perjalanan pertama saya adalah Kota Bangka. Tujuan waktu itu adalah berlibur dengan keluarga. Rasa senang dan gembira sangat membara di dalam hati mengetahui akan segera lepas landas dengan pesawat terbang. Pertama kalinya sampai di Bandara Soekarno Hatta, membuat saya terpukau dengan luasnya lapangan udara dan besarnya bangunan bandara.
Pukul sembilan pagi pesawat pun lepas landas. Semua terasa mendebarkan merasakan kecepatan pesawat yang luar biasa dengan suaranya yang bergemuruh ketika lepas landas. Semua berjalan dengan lancar dan akhirnya pesawat pun berada pada keadaan stabil di udara. Di tengah perjalanan ada suatu kesalahan teknis yang cukup berbahaya untuk level keamanan berudara yaitu kemacetan di roda pesawat yang tidak dapat diturunkan ketika hampir sampai di bandara Bangka.
Saya waktu itu hanya bercanda dengan sepupu karena tidak tahu dengan keadaan yang sebenarnya. Tiga setengah jam pesawat terbang di udara untuk menghabiskan bahan bakar agar dapat mengurangi beban ketika mendarat. Keadaan berubah menjadi mencekam saat semua penumpang terlihat panik dan berdoa dengan caranya masing-masing. Melihat keadaan tersebut, saya akhirnya pun ikut berdoa. Kenyataan yang ada saat itu adalah keselamatan penumpang hanya bergantung pada keberuntungan untuk dapat mendarat dengan selamat tanpa roda.
Sebuah situasi yang membuat saya merasakan senang dan ketakutan. Rasa senang karena dapat terbang dengan pesawat terbang dan takut karena ternyata ada kesalahan teknis pesawat yang membahayakan untukpendaratan nantinya. Waktu terasa begitu lambat di dalam kebingungan akan apa yang harus dilakukan. Pasrah meliputi pikiran dan perasaan.
Alhamdullilah akhirnya kami dapat selamat mendarat dengan roda yang secara mukjizat dapat beroperasi dengan baik. Pengalaman tersebut membuat saya kagum sekaligus waspada bahwa keselamatan merupakan suatu hal yang sangat penting. Pengalaman saya ini mungkin dapat menjadi pelajaran untuk memilih institusi penerbangan yang direkomendasi dan jangan lupa untuk berdoa.
Penulis: Theodorus Emil (FEUI 2010)