REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Namaku Laila Salsabila dan umurku 19 tahun. Selepas masa SMA, aku mengabdi di panti asuhan Tunas Bangsa. Waktu itu salah seorang donatur panti asuhan mengajakku dan teman-temanku ke Sangeh, Bali. Disana kami berwisata dan melihat sekumpulan monyet di habitat aslinya.
Malam harinya, pukul 20.24 WITA, seorang bapak datang bersama wanita muda. Mereka membawa seorang bayi laki-laki. Disana lalu kami dikumpulkan oleh seorang Kyai. Rupanya kami dikumpulkan untuk membicarakan soal bayi tersebut. Bayi itu akan dititipkan kepada salah satu diantara kami.
Saat musyawarah berlangsung semua teman-temanku menolak untuk mengasuhnya dengan berbagai alasan. Akhirnya dipilihlah aku sebagai pengasuhnya. Bukan dengan senang hati aku menerimanya. Dengan berat hati aku mengasuhnya.
Pagi harinya, aku merasa ini bukan pagi seperti yang biasa aku jalani. Aku merasa hari baruku tak seperti kemarin. Tangisannya bagaikan petir yang menyambar telingaku. Aku bingung setengah mati ketika bayi itu menangis. Bingung seperti berada disebuah lorong yang tak berujung. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Walau begitu, aku tetap berusaha untuk memahami apa yang dia mau. Meski terkadang aku salah memberi sesuatu yg dia butuhkan.
Waktuku bersamanya telah cukup lama dan akhirnya perasaan ini bisa menyayanginya seperti adikku sendiri. Inilah rasanya mencoba untuk menjadi seorang ibu yang tidak sedarah. Bagaikan induk kanguru yang sedang mengasuh hewan lain. Sudah tujuh hari aku mengasuhnya. Hari itu acara aqiqah untuk dia. Hari yang paling bersejarah dalam hidupku dan tak pernah aku lupakan. Aku memberinya nama saat acara aqiqah berlangsung. Nama itu adalah Adrian Ramadhan Efendi. Alhamdulillah nama yang aku berikan disetujui oleh semua orang.
Hingga suatu musibah yang menimpa dirinya disaat dia berumur masih sangat belia. Dia terkena penyakit yang sangat mengerikan yaitu penyakit kuning. Hatiku pedih hingga meneteskan air mata karena perasaanku sangat khawatir dan takut kehilangan dia. Pagi dan malam ku jalani untuk menemaninya harinya di rumah sakit. Hingga dia sembuh dan terbebas dari penyakit tersebut. Setelah pulang dari rumah sakit, aku semakin menjaganya sepenuh hatiku. Dimulai dengan senyuman setiap kali aku mengasuhnya. Mulai dari memandikannya, memberinya susu, hingga harus bangun malam ketika dia menangis dimalam hari dan harus membuatkannya susu walaupun dengan rasa kantuk.
Inilah cerita singkat aku dengannya. Akan tetapi aku merasakan waktu yang begitu indah melewati hari bersama dengan dia. Inilah rasanya bisa menjadi seorang ibu walaupun tidak sedarah dalam waktu sepuluh bulan. “Jangan pernah membenci seseorang dengan berlebihan. Karena kamu akan merasakan cinta padanya. Dan begitu pula jangan pernah mencintai seseorang dengan berlebihan. Karena bisa jadi kamu akan membencinya.”
Penulis: Laila salsabila (Mahasiswi Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Jakarta)