Rabu 18 Jan 2023 16:58 WIB

Harga Minyak Melonjak di Asia, Didorong Optimisme Atas Pemulihan China

Pembukaan perbatasan China mendorong permintaan bahan bakar.

Seorang wanita lanjut usia berjalan di sepanjang jalan di kawasan pusat bisnis Beijing, Tiongkok, 17 Januari 2023. Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar tiga persen pada tahun 2022, menurut Biro Statistik Nasional negara tersebut.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
Seorang wanita lanjut usia berjalan di sepanjang jalan di kawasan pusat bisnis Beijing, Tiongkok, 17 Januari 2023. Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar tiga persen pada tahun 2022, menurut Biro Statistik Nasional negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Harga minyak memperpanjang kenaikan di perdagangan Asia dengan naik sekitar 1,0 persen pada Rabu (18/1/2023) sore. Kenaikan ini terjadi di tengah optimisme bahwa pencabutan pembatasan ketat COVID-19 China akan mengarah pada pemulihan permintaan bahan bakar di importir minyak utama dunia itu.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 76 sen atau 0,88 persen, menjadi diperdagangkan di 86,68 dolar AS per barel pada pukul 07.21 GMT, menyusul kenaikan 1,7 persen di sesi sebelumnya. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terdongkrak 85 sen atau 1,06 persen, menjadi diperdagangkan di 81,03 dolar AS per barel, setelah naik 0,4 persen sehari sebelumnya.

Baca Juga

Kedua minyak mentah berjangka melonjak lebih dari satu dolar AS per barel untuk mencapai tertinggi baru 2023 sekitar tengah hari di Asia, dengan Brent mencapai 87 dolar AS per barel dan WTI berjangka mencapai 81,42 dolar AS per barel.

Pertumbuhan ekonomi China melambat tajam menjadi 3,0 persen pada tahun 2022, meleset dari target resmi sekitar 5,5 persen dan menandai kinerja terburuk kedua sejak 1976. Tetapi data tersebut masih mengalahkan perkiraan analis setelah China mulai membatalkan kebijakan nol-COVID pada awal Desember. Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan 2023 rebound menjadi 4,9 persen.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan dalam laporan bulanan bahwa permintaan minyak China akan tumbuh 510.000 barel per hari (bph) tahun ini setelah mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun pada 2022 karena tindakan pencegahan COVID.

Tetapi OPEC mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan global 2023 tidak berubah pada 2,22 juta barel per hari. "Meningkatnya harapan bahwa permintaan bahan bakar China akan meningkat setelah perubahan baru-baru ini dalam kebijakan COVID-19 memberikan dukungan pada harga minyak," kata Toshitaka Tazawa, seorang analis di Fujitomi Securities Co Ltd.

"Prospek optimis OPEC pada permintaan China juga mendukung sentimen pasar," katanya, memprediksi nada bullish untuk minggu ini.

Pasar juga didukung oleh ekspektasi penarikan stok minyak mentah AS sekitar 1,8 juta barel meskipun persediaan produk minyak lebih tinggi, menurut jajak pendapat Reuters.

Di sisi penawaran, produksi minyak dari wilayah serpih utama di Amerika Serikat akan naik sekitar 77.300 barel per hari ke rekor 9,38 juta barel per hari pada Februari, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan produktivitas pada Selasa (17/1/2023).

Sementara itu, Rusia memperkirakan sanksi Barat memiliki dampak signifikan pada ekspor produk minyaknya dan produksinya, kemungkinan meninggalkannya dengan lebih banyak minyak mentah untuk dijual, kata seorang sumber senior Rusia yang mengetahui prospek negara tersebut.

Pasar juga mengamati dengan cermat lebih banyak data permintaan dari China dalam laporan bulanan Badan Energi Internasional yang akan dirilis pada Rabu, menurut analis ING dalam catatan klien.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement