REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam merupakan agama yang mengajarkan kedamaian dan juga kebaikan. Penekanan terhadap nilai-nilai toleransi begitu jelas diabadikan dalam teks Alquran.
Salah satu nilai toleransi yang ditekankan Islam berada pada Surat Al Kafirun. Allah SWT berfirman, “Qul ya-ayyuhal-kafirun. La a'budu maa ta'budun. Wa la antum aabiduna maa a'bud. Wa laa ana aabidu maa abadtum. Wa laa antum aabiduna maa a'bud. Lakum dinukum waliyadin,”.
Yang artinya, “Katakanlah (Muhammad) ‘Wahai orang kafir!’. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku,”.
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Mishbah menjelaskan, sebab diturunkannya Surat Al Kafirun adalah ketika Nabi Muhammad SAW didatangi oleh orang kafir yang hendak berkompromi dalam menjalankan tuntunan agama. Meski menghargai agama lain, namun demikian Rasulullah SAW tidak menegaskan syariat setiap agama itu sama.
Rasulullah SAW akan tetap menyembah Allah, dan orang-orang kafir pun tetap menyembah Tuhan mereka. Kaum kafir dibebaskan mengikuti agama yang mereka percaya, dan Rasulullah pun bebas memeluk agama yang diperkenankan Allah yakni Islam.
Surat Al Kafirun ini merupakan surat yang berisi enam ayat dan merupakan surat Makiyyah (surat yang diturunkan pada periode Makkah). Dalam surat ini, penekanan akan toleransi ditegaskan dengan mengikuti pakem syariat atau dalam bahasa sederhananya adalah toleransi yang tidak kebablasan.
Dalam surat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya agar mematahkan ketamakan orang-orang kafir yang ingin menyamakan diri mereka dengan Rasulullah SAW dalam menyerukan kebaikan. Namun, Rasulullah tetap mengatakan tidak ada yang sama dalam syariat, yang sama adalah kebaikan yang tulus dan sikap saling menghargai satu sama lain.
Surat Al Kafirun
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ ١
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai orang-orang kafir,
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ ٢
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ ٣
Kamu juga bukan penyembah apa yang aku sembah.
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ ٤
Aku juga tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ ٥
Kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ ٦
Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”