REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The Fed pada Rabu (18/1/2023) memberikan isyarat untuk melanjutkan kenaikan suku bunga dengan tertinggi lima persen. Hal tersebut dimungkinkan untuk dilanjutkan ketika inflasi memasuki periode puncak dan aktivitas ekonomi yang melambat.
"Saya hanya berpikir kita perlu melanjutkan dan kita akan membahas pada pertemuan untuk menentukan berapa banyak yang harus dilakukan," kata Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester dikutip dari Reuters, Rabu (18/1/2023).
Mester memperkirakan suku bunga kebijakan Fed perlu sedikit lebih tinggi dari itu. Lalu juga akan dipertahankan pada posisi tersebut selama beberapa waktu untuk memperlambat inflasi lebih lanjut.
Benchmark suku bunga pinjaman The Fed saat ini berada di kisaran target 4,25 persen hingga 4,50 persen. Investor mengharapkan The Fed untuk menaikkan suku bunga sebesar seperempat persentase poin pada akhir 31 Januari hingga Februari 2022.
Pengeluaran yang melambat, inflasi, dan manufaktur memicu ekspektasi bahwa The Fed akan mengakhiri putaran kenaikan suku bunga saat ini lebih cepat dari perkiraan Mester. Diprediksi tingkat kebijakan hanya kurang dari 5 persen.
Presiden The Fed St Louis James Bullard sebelunya mengatakan, tingkat kebijakan suku bunga akan naik ke kisaran 5,25 persen hingga 5,50 persen. Bullard menuturkan, pembuat kebijakan harus mendapatkannya di atas lima persen secepatnya.
Beberapa pejabat The Fed menyatakan dukungan untuk memperlambat kenaikan suku bunga seperempat poin persentase. Hal itu setelah laju kenaikan suku bunga tahun lalu yang jauh lebih cepat di sebagian besar kenaikan 75 basis poin dan setengah poin.
Dalam terbaru Beige Book yang diterbitkan oleh The Fed menunjukan kompilasi data survei dari bank sentral di seluruh negeri. Hal itu menunjukan bahwa sementara harga terus meningkat, kecepatan di sebagian besar bank sentral di seluruh negeri melambat.
Meskipun begitu, The Fed memastikan kesalahan yang tidak ingin dilakukan adalah berhenti mengalahkan inflasi. Hal itu dilakukan dengan harus menaikan suku bunga lebih banyak lagi seperti yang terjadi pada 1970-an dan 1980-an.
Presiden The Fed Dallas Lorie Logan juga mendukung laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat karena prospek yang tidak pasti dan kebutuhan untuk fleksibel. Tapi Logan juga mengisyaratkan The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga lebih tinggi dari yang diperkirakan secara luas untuk menjaga kondisi keuangan cukup ketat demi menekan inflasi.
"Setelah inflasi secara meyakinkan turun menjadi 2 persen dan The Fed berhenti menaikkan suku bunga, risikonya akan menjadi dua sisi dan kenaikan suku bunga lebih lanjut dapat segera terjadi," jelas Logan.