REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, menyoroti fenomena pernikahan dini, dilihat dari permohonan dispensasi nikah. Pada periode 2008-2022, Pengadilan Agama (PA) Tasikmalaya Kelas 1A mencatat 3.069 permohonan dispensasi nikah.
Dispensasi nikah itu diajukan oleh calon pengantin yang umurnya masih di bawah 19 tahun atau belum mencapai batas usia untuk menikah sebagaimana diatur perundang-undangan. Menurut Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto, pernikahan dini bukanlah fenomena yang dapat dibiarkan begitu saja. Pasalnya, kata dia, kondisi mental anak masih belum siap untuk menikah. “Ini (pernikahan dini) adalah preseden buruk untuk anak-anak. Harus ada upaya menekan ini,” kata dia, Kamis (19/1/2023).
Ato mengaku pihaknya sudah berkomunikasi dengan PA Tasikmalaya ihwal dispensasi nikah atau pernikahan dini. Menurut dia, dalam waktu dekat KPAID juga berencana membuat langkah strategis untuk membantu menekan angka pernikahan dini di Kabupaten Tasikmalaya. Ia menilai, diperlukan upaya sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait dampak negatif dari pernikahan dini. “Di hulu harus ada intervensi dari stakeholders terkait,” kata Ato.
Hakim PA Tasikmalaya Kelas 1A, Sanusi, mengatakan, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah. Di antaranya dokumen identitas, ijazah, keterangan sehat, surat penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA), termasuk surat keterangan kerja dari calon suami.