CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Etnis China di Indonesia baru saja merayakan Imlek 2023 pada Ahad (22/1/2023). Lima belas hari kemudian mereka juga akan merayakan Cap Go Meh dan sejumlah perayaan lainnya, seperti Peh Cun (hari ke-100 Imlek), dan pesta Ceng Beng yang jatuh pada tanggal 5 April 2008.
Pesta Peh Cun juga dikenal dengan pesta perahu naga. Dulu — ketika sungai-sungai di Jakarta masih lebar dan dalam — pesta Peh Cun berlangsung sangat meriah di Kali Besar, Kali Pasir/Kwitang, Pasar Ikan, Kali Angke, dan di Sungai Cisadane Tangerang (Benteng).
BACA JUGA: Yang Paling Dicari Saat Imlek: Angpao Warna Merah Pertanda Kegembiraan
Namun, warga China di Indonesia tidak hanya mengalami saat-saat menyenangkan. Seperti pada 1740 yang menurut para sejarawan merupakan noda paling hitam di Jakarta. Data kontemporer menyebutkan tidak kurang 10 ribu orang Cina — pria, wanita, lansia sampai bayi yang baru lahir — telah dibantai oleh VOC secara kejam.
Kasus pembantaian terhadap etnis China itu ratusan kali lebih dahsyat dari kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan Solo. Nama Kali Angke (dalam Mandarin berarti Kali Merah) menjadi kenangan bahwa kali yang berdekatan dengan Glodok ini saat itu telah menjadi merah karena darah.
BACA JUGA: Imlek 2023, Antam Luncurkan Emas Logam Mulia Bergambar Shio Kelinci, Bisa Jadi Koleksi dan Investasi
Peristiwa kekejaman itu dimulai ketika orang-orang Cina yang mencari peruntungan di Batavia jumlahnya mencapai 80 ribu orang. Banyak di antara mereka yang bekerja di pabrik-pabrik gula yang masa itu merupakan penghasilan bidang perkebunan terbesar di Jakarta.
Sayangnya, tiba-tiba harga gula di pasaran internasional menurun drastis akibat membludaknya gula Malabar (India). Pabrik-pabrik gula di Batavia bangkrut, sehingga banyak warga China yang menjadi penganggur dan gelandangan. Dampaknya, kriminalitas di Batavia meningkat tajam.
BACA JUGA: Imlek di Tahun Kelinci, Arti Penting Hujan Saat Perayaan Imlek Bagi Orang China
PERGERAKAN WARGA CHINA DIBATASI
Kemudian, VOC buat peraturan untuk membatasi kedatangan warga China. Mereka yang tinggal di Batavia harus memiliki izin tinggal, berusaha atau berdagang. Tapi, bagi para pejabat VOC hal ini dijadikan kesempatan untuk melakukan pungli.
Belum puas dengan peraturan itu, VOC mengeluarkan peraturan lebih berat. Warga China, baik yang sudah memiliki surat izin tinggal maupun belum, tapi tak memiliki pekerjaan, harus ditangkap. Warga China terguncang, mereka terpaksa tinggal di rumah-rumah dan menutup toko-toko.
BACA JUGA: Download GB WhatsApp Pro dari Google tanpa Kedaluwarsa, Bisa Auto Balas Pesan
Ratusan warga yang kena razia diberangkatkan paksa ke Sri Langka yang kala itu merupakan jajahan Belanda. Tapi, kemudian tersiar isu, di tengah perjalanan mereka dilemparkan ke tengah laut. Maka gegerlah warga China di Batavia dan sekitarnya.
Mereka lantas membentuk kelompok-kelompok terdiri dari 50 sampai 100 orang dan mempersenjati diri untuk melawan Belanda. Kemudian pasukan VOC yang tengah menuju Benteng (Tangerang) diserang orang-orang China. Pada 8 Oktober 1740 orang-orang China yang berada di luar kota Batavia mulai menyerang kota.
BACA JUGA: Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar
Perlawanan itu menjadi alasan bagi tentara dan pegawai-pegawai VOC untuk melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap etnis China. Jam malam pun diberlakukan di Batavia. Pada 10 Oktober 1740, gubernur jenderal Adrian Volckanier mengeluarkan surat perintah: bunuh dan bantai orang-orang Cina.
Suasana kota sangat kalut. Para prajurit VOC, bahkan kelasi-kelasi yang kapalnya bersandar di Bandar Sunda Kalapa, diminta untuk melakukan pembantaian. Mereka merampok, membakar dan menjarah toko-toko, serta tanpa mengenal malu memperkosa wanita-wanita China.
BACA JUGA: Alasan Warga Tionghoa Hindari Angpao Berisi Uang Bernominal Angka 4
Begitu biadabnya pembantaian itu, hingga para pasien termasuk bayi-bayi yang berada di RS Cina (kira-kira di depan Stasion KA Beos), juga dibunuh. Orang-orang Cina di penjara bawah tanah di Balaikota (stadhuis) yang berjumlah 500 orang, semuanya juga dibunuh.
Untuk menggambarkan dasyatnya peristiwa tersebut, Willard A Hanna dalam buku Hikayat Jakarta menulis, ”Tiba-tiba secara tidak terduga, seketika itu juga terdengar jeritan ketakutan bergema di seluruh kota, dan terjadilah pemandangan yang paling memilukan dan perampokan di segala sudut kota.”
BACA JUGA: Sejak Zaman Kolonial, Belanda Jauhi Orang Tionghoa dari Islam
10 RIBU ETNIS CHINA DIBANTAI BELANDA
Menurut laporan kontemporer, 10 ribu orang China dibunuh, 500 orang luka parah, 700 rumah dirusak dan barang-barang mereka habis dirampok. ”Pendeknya, semua orang China, baik bersalah atau tidak, dibantai dalam peristiwa tersebut,” tulis Hanna.
Ketika peristiwa menakutkan ini terjadi, perkampungan Tionghoa berada kira-kira di sebelah utara Glodok, di Kalibesar. Kemudian VOC membangun perkampungan baru untuk mereka sedikit di luar tembok kota, yang kini dikenal dengan nama Glodok.
BACA JUGA: VOC Buang Penjahat dan Gelandangan Keturunan China ke Sri Lanka
Kala itu, yang menjadi kapiten Cina adalah Nie Hoe Kong. Dia dituduh menjadi aktor intelektual dan dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa menyedihkan itu. Dia dijebloskan ke penjara pada 18 Oktober 1740 oleh gubernur jenderal Adrian Valckenier (1737-1741).
Setelah melalui persidangan yang melelahkan, bertele-tele dan dipolitisir, Nie Hoen Kong divonis 25 tahun penjara dan diasingkan ke Srilangka. Setelah mengajukan keberatan, kapiten Cina ini akhirnya dibuang ke Maluku. Rumahnya, di sekitar Kalibesar, ditembaki dengan meriam, dan ia pun dipenjara selama 5 tahun di benteng Robijn.
BACA JUGA: Ternyata Pungli Berasal dari Bahasa China, Biasanya Dilakukan Para "Oknum"
Pada 12 Pebruari 1745 dia diangkut sebagai tawanan ke Maluku disertai beberapa orang keluarganya dengan kapal De Palas. Setelah beberapa lama ditahan di tempat pembuangan, dari hari ke hari kesehatannya makin menurun. Dia meninggal pada 25 Desember 1746 dalam usia muda: 36 tahun.
Setelah peristiwa pembantaian warga Cina, gubernur jenderal Valckenier digantikan oleh mantan panglimanya, Baron van Imhoff. Kediamannya itu kini dikenal sebagai toko merah. Memang diperkirakan di sekitar tempat itulah terjadi pembantaian di luar perikemanusiaan. Kalau bagi masyarakat Cina warna merah berarti kegembiraan, tapi kali itu merupakan duka nestapa. Karena, mengalirnya ribuan darah korban pembantaian.
BACA JUGA: Pejabat Belanda dan Kapitan China Jadi Crazy Rich karena Paksa Rakyat Bayar Pajak
.
BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
> Anti-blokir Download GB WhatsApp dari Google Chrome, Dapatkan Linknya
> Download GB WhatsApp Terbaru 2023, Gratis Bisa Baca Pesan yang Sudah Dihapus
> Download GB WhatsApp Terbaru 2023, Gratis Bisa Baca Pesan yang Sudah Dihapus
> SnapTik.App, Download Ribuan Video Viral TikTok, Bebas Watermark, Gratis Bisa dari HP Android
> Download Video TikTok Bebas Watermark, Gratis Pakai SssTikTok
> Savefrom.net: Download Lagu YouTube, Instagram, dan TikTok, Gratis Pakai Sepuasnya
> Arab Saudi Menghijau Disebut Tanda Akhir Zaman, Begini Jawaban Rasulullah Saat Ditanya Kapan Kiamat
> Jangan Terlalu Sibuk Mengejar Dunia, Gunung-Gunung di Mekkah Arab Saudi Sudah Menghijau
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.