Kamis 26 Jan 2023 20:07 WIB

Pengamat: Perang Rusia-Ukraina Berpotensi Meluas Jadi Perang Dunia Ketiga

Perang akan melebar dengan melibatkan China sebagai sekutu Rusia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Foto tangkapan layar dari video Kementerian Pertahanan Rusia saat peluncur roket multipel BM-21 Grad 122 mm Rusia ditembakkan saat pertempuran di wilayah Donetsk, Ukraina, pada 13 Januari 2023.
Foto: EPA-EFE/RUSSIAN DEFENCE MINISTRY PRESS SERVIC
Foto tangkapan layar dari video Kementerian Pertahanan Rusia saat peluncur roket multipel BM-21 Grad 122 mm Rusia ditembakkan saat pertempuran di wilayah Donetsk, Ukraina, pada 13 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan, perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan berpotensi menjadi Perang Dunia Ketiga. Perang akan melebar dengan melibatkan China sebagai sekutu Rusia.

Menurut Teuku, China akan 'memainkan' Eropa untuk menguasai Taiwan. Sementara Amerika Serikat (AS) tidak siap untuk perang di dua zona dan negara sekutu mereka sudah tidak lagi kompak. 

Baca Juga

"Rusia sangat bergantung pada China, ini bisa melebar ke Perang Dunia Ketiga. Amerika tidak siap perang di dua zona, sementara level teknologi sudah seimbang dan negara sekutu Amerika sudah tidak kompak," ujar Teuku kepada Republika, Kamis (26/1/2023).

Selain itu, menurut Teuku ada kekhawatiran muncul perang nuklir. Terlebih Rusia kerap melontarkan ancaman perang nuklir. 

"Khawatir terjadi perang nuklir. Bahkan nuklir skala kecil saja bisa menghancurkan peradaban dunia," kata Teuku.

Belum lama ini mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev telah memperingatkan NATO bahwa kekalahan Moskow di Ukraina dapat memicu perang nuklir. Medvedev yang menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia menegaskan, kekuatan nuklir tidak pernah kalah dalam konflik besar.

Medvedev juga mengatakan,  aliansi militer dan pemimpin pertahanan Barat lainnya harus mempertimbangkan risiko kebijakan mereka. Kremlin dengan cepat mendukung pernyataan Medvedev, dengan mengatakan bahwa pernyataan tersebut sepenuhnya sesuai dengan prinsip Moskow. 

Doktrin Moskow mengizinkan serangan nuklir setelah agresi terhadap Federasi Rusia dengan senjata konvensional, ketika keberadaan negara terancam. Keputusan utama Rusia dalam penggunaan senjata nuklir dipegang oleh Presiden Vladimir Putin. Medvedev yang berada di lingkaran terdekat Putin kerap melontarkan ancaman kekuatan nuklir terhadap Barat. Sejak perang di Ukraina meletus pada Februari, Medvedev, menjadi salah satu pejabat yang vokal menentang Barat.

Rusia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan kekuatan nuklir terbesar. Keduanya memiliki sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia.

Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir, sementara Amerika Serikat memiliki 5.428. Di sisi lain, China memiliki 350 hulu ledak nuklir, Prancis 290 dan Inggris 225.

Teuku mengatakan, salah satu solusi untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina yaitu wilayah Ukraina dijadikan sebagai wilayah netral atau buffer zone antara Polandia dan Rusia. Selain itu, Barat juga harus menahan diri untuk tidak mensuplai senjata secara terus menerus kepada Ukraina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement