REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Limbah sampah plastik dari rumah tangga dan pabrik masih mewarnai perairan Teluk Lampung. Selama bertahun-tahun, tumpukan sampah domestik warga masih berada di pesisir Teluk Lampung, bahkan meningkat volumenya bila hujan turun.
Warga Kampung Nelayan Sukaraja, Kota Bandar Lampung, sudah “terbiasa” hidup bersama tumpukan sampah di pesisir Teluk Lampung. Banyaknya sampah terutama berbahan plastik selain mengganggu kehidupan kampung nelayan, juga memengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan.
“Hasil tangkapan ikan menurun drastis karena banyak sampah plastik di laut sekarang,” kata Erwan (54 tahun), nelayan di Sukaraja, Bandar Lampung, Kamis (26/1/2023).
Kampung Sukaraja dikenal turun temurun sebagai nelayan payang (menebar jaring di tengah laut, lalu ditarik ke daratan). Sejak sampah menumpuk di bibir pantai dan mengambang di laut, hasil tangkapan ikan nelayan payang berkurang.
“Terkadang kami hanya dapat plastik-plastik kotor dari laut, ikannya hanya sedikit,” kata Erwan. Padahal, nelayan sudah menebar jaring hampir ke tengah laut.
Menurut Indra, nelayan lainnya, tumpukan plastik di bibir pantai Teluk Lampung sudah jarang diperhatikan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung. Beberapa tahun lalu, pemprov bertekad ingin mengurangi volume sampah dengan melakukan penyekatan di saluran air dari daratan ke laut.
“Tapi, realisasinya belum keliatan. Sampah makin menumpuk, apalagi kalau sudah hujan turun, laut penuh sampah,” ujar Indra.
Berdasarkan dokumen Bappeda Lampung tahun 2021, produksi sampah di Kota Bandar Lampung 700 ton lebih setiap hari. Sedangkan data di Dinas Lingkungan Hidup Lampung pada tahun 2020, produksi sampah empat ribu ton lebih per hari. Sampah tersebut terdiri dari sampah plastik, sisa makanan, dan bahan kertas. Selain itu, terdapat juga jenis sampah tekstil, kulit, karet, logam, kaca, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil timbangan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bakung, Teluk Betung Utara, selama tahun ini volume sampah mencapai 1.000 ton per hari. Sebelumnya, timbangan hanya berkisar 850 ton – 900 ton per hari. Sampah-sampah warga kota diangkut mobil truk, pickup, dan juga gerobak.
Pemprov Lampung berencana membangun TPA regional di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Emilia Kusumawati, TPA baru tersebut mendapat bantuan dari Kementrian PUPR dengan luas lahan 20 hektare.
Ia mengatakan, TPA di Tanjungsari ini memiliki kontur tanah yang sesuai, dengan kondisi jalan bisa dilalui kendaraan, dan terdapat dataran rendah dan tinggi (bukit). Diperkirakan daya tampung TPA baru selama 30 tahun ke depan.