REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, Keamanan (Kemenko Polhukam) bersama Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop), Kejaksaan Agung, Kantor Staf Presiden, dan kepolisian menggelar rapat koordinasi guna kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah membebaskan tersangka penggelapan dana koperasi tersebut.
Menko Polhukam Mahfud MD mengaku heran dengan putusan itu karena menurutnya, yang dilakukan KSP Indosurya merupakan perbuatan hukum yang sempurna sebagai pelanggaran pidana. "Baik dari Kejaksaan Agung, kepolisian, maupun PPATK, tapi ternyata dibebaskan oleh MA. Kita tidak bisa menghindar dari keputusan MA," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/1).
Padahal, lanjut dia, dakwaan terhadap KSP Indosurya sudah jelas pelanggaran Undang-Undang Perbankan pasal 26, yakni menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin. Penghimpun tersebut, lanjutnya, juga tidak bisa mengatasnamakan koperasi, karena sebanyak 23 ribu orang yang uangnya dihimpun, bukanlah anggota KSP Indosurya.
"Itu bisa juga termasuk pencucian uang kan gampangnya. Maka kita nggak boleh kalah untuk menegakkan hukum dan kebenaran, pemerintah dan jaksa agung akan kasasi membuka kasus baru dari perkara ini," tutur dia.
Ia pun meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengerti pentingnya merevisi Undang-Undang Koperasi. Tujuannya untuk mencegah penipuan atau pencurian uang masyarakat yang mengatasnamakan koperasi.
"Kalau bank ada UU Perbankan, kalau koperasi akan mengawasi diri sendiri, pemerintah tidak bisa ikut ke dalamnya. Kalau sudah terjadi baru pemerintah dipaksa ikut oleh hukum," tegas Mahfud.
Dengan merevisi UU Koperasi, kata dia, penipuan berkedok koperasi bisa segera diadili dan ditangkap. Mahfud juga meminta masyarakat lebih berhati-hati dalam menyimpan uangnya di lembaga keuangan. Diharapkan masyarakat menyimpan uang di lembaga resmi.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, kasus KSP Indosurya yang merugikan banyak masyarakat yang menjadi anggotanya menjadi preseden buruk bagi KSP di Tanah Air. “Putusan pengadilan telah mengabaikan rasa keadilan bagi ribuan anggota KSP Indosurya yang dirugikan. Kalau seperti ini orang akan semakin kapok menjadi anggota koperasi simpan pinjam,” ujar dia.
Menkop berharap jaksa melakukan upaya banding karena ada dugaan bahwa persoalan ini bukan murni masalah perdata. “Ini memang sudah masuk wilayah hukum, bukan di wilayah kami lagi” katanya.
Ia menambahkan, sejumlah pembelajaran dari kasus delapan KSP bermasalah, termasuk Indosurya, diantaranya pemerintah akan segera merevisi UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Hal itu agar ada kewenangan Kemenkop untuk mengawasi KSP lebih kuat, karena saat ini tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi termasuk sanksi pidana bagi manajemen koperasi yang nakal.
Ia menekankan, koperasi yang menjalankan praktik jasa keuangan idealnya memang bukan hanya diawasi anggota saja namun juga oleh Otoritas yg memiliki instrumen Pengawasan yg lengkap, termasuk pengenaan sanksi yg bertingkat.
“Kami menduga banyak KSP yang melakukan praktik shadow banking, untuk yang ini akan kami minta mereka mengubah kelembagaannya bukan lagi KSP, tapi berubah menjadi koperasi jasa keuangan yang ijin usaha dan pengawasannya berada di bawah pengawasan OJK,” tutur dia.
Teten mengaku sampai saat ini masih banyak KSP di Indonesia yang berlindung di balik filisofi jati diri koperasi yang menolak pengawasan di bawah OJK atau berlandaskan UU P2SK.
“Tapi kami sudah ada kesepakatan dengan OJK dalam masa transisi dua tahun ke depan mereka, jika ingin menjalankan KSP maka harus kembali menjadi KSP murni (closed loop) atau pindah sebagai koperasi yang open loop,” jelas Teten.