REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERDAM -- Beberapa mantan politikus sayap kanan Belanda yang masuk Islam menyebut serangan terhadap kitab suci umat Islam baru-baru ini adalah kejahatan kebencian. Menurut mereka, Muslim menjadi sasaran standar ganda selama ini.
Salah seorang mualaf yang juga mantan politikus, Arnoud van Doorn, mengatakan dia menganggap tindakan pemimpin Pegida, sebuah gerakan Islamofobia terhadap Alquran sangat keterlaluan. Seperti diketahui, pada 23 Januari, Wagensveld merobek beberapa halaman dari salinan Alquran dan kemudian membakarnya di Den Haag.
"Sangat aneh ini diperbolehkan, terutama pada saat polarisasi di Belanda. Negara harus menyatukan kelompok etnis daripada terus-menerus mempermalukan dan meminggirkan etnis dan kelompok," katanya, dilansir dari Anadolu Agency, Senin (30/1/2023).
Dia menggarisbawahi tindakan tersebut harus dianggap sebagai ujaran kebencian di seluruh Uni Eropa. Sementara beberapa pelecehan yang tidak menyangkut Muslim sangat direspons dengan kuat.
“Seperti yang Anda ketahui, ada standar ganda terhadap Muslim. Jika Anda membakar bendera Israel, itu menjadi antisemitisme, jika Anda membakar bendera pelangi, itu adalah ujaran kebencian. Mereka semua provokatif, itu semua tindak pidana. Tapi, jika Anda membakar Alquran, merusaknya, atau mengolok-oloknya dengan cara lain, itu adalah kebebasan berekspresi," katanya.
"Dengan cara ini, Anda mengatur latar belakang etnis satu sama lain dan menciptakan kebencian," katanya.
Van Doorn juga mengatakan membiarkan insiden semacam itu di bawah perlindungan polisi akan menciptakan persepsi tindakan semacam itu dapat dilakukan dengan sangat mudah tanpa mendapat hukuman. "Langkah selanjutnya apa? Apakah Alquran akan dibakar, jendela masjid dipecah, masjid dibakar, sekolah Islam diserang, dan anak-anak Muslim dipukuli? Apa batasannya?" ujarnya.
Islamofobia menjadi masalah besar yang terus berkembang
Adapun Joram van Klaveren, mantan anggota parlemen Partai Kebebasan yang menjadi Muslim saat menulis buku anti-Islam, mengatakan Pegida terus-menerus memprovokasi umat Islam. Padahal menghina suatu agama di Belanda adalah tindak pidana hingga 2014.
Dia menambahkan, pencegahan polisi terhadap pembakaran Taurat pekan lalu di depan Kedutaan Besar Israel di Stockholm tampaknya menunjukkan izin untuk insiden semacam itu diberikan tergantung pada kitab suci mana. Menurutnya, membakar buku-buku suci bukan ekspresi opini, melainkan kebencian.