REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguasaan teknologi bangsa Indonesia masih belum memuaskan. Data Global Innovation Index pada 2020, Indonesia berada pada ranking 85 dari 131 negara. Kemudian berdasarkan International Telecommunication Union (ITU) pada 2018, Indonesia berada pada posisi 111 dari 176 negara.
"Kondisi tersebut menjadi pekerjaan rumah yang kini harus diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan penguasaan teknologi tersebut, sinergi kelembagaan Triple Helix antara pemerintah, dunia usaha, dan akademisi sangat strategis untuk dilakukan,” ujar Ketua Lembaga Pengembangan Kreativitas dan Kebangsaan (LPKK) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr Susetya Herawati, ST, MSi, dalam Lokakarya Penguatan Dosen Seluruh Mata Kuliah Umum (MKU) di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur (Jatim), seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu (1/2/2023).
Penguasaan teknologi, lanjut Dr Susetya Herawati, menjadi salah satu kunci penting dalam proses pembangunan nasional suatu bangsa. Sebab teknologi merupakan determinant factor bagi kemajuan bangsa, elemen penting pembangunan nasional, kedaulatan bangsa, elemen penting total factor productivity, dan yang terpenting adalah dapat mempermudah transisi ekonomi dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy).
“Seperti halnya negara-negara lain, Indonesia jika ingin maju, makmur, mandiri ekonominya, berdaya saing global, maka transformasi ekonomi menuju knowledge based economy sangat mendesak,” tegas Hera, sapaan akrab Dr Susetya Herawati.
Dalam lokakarya itu, Hera memulai paparannya dengan tiga modal penting dalam pembangunan nasional bangsa Indonesia, yakni ranah mental-kultural (tata nilai), ranah institusional-politikal (tata kelola); dan ranah material-teknologikal (tata sejahtera).
“Ketiga ranah pembangunan nasional tersebut harus dipahami dengan baik sehingga proses pembelajaran di perguruan tinggi ini dapat menghasilkan pionir sarjana pembangunan yang selalu siap mempertahankan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945,” kata Hera.
Menurut Hera, ketiga ranah tersebut memiliki sumber kekuatan yang sama yakni Pancasila. Pada ranah mental kultural misalnya, nilai bersama yang dijadikan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Pun demikian pada ranah institusional political, Pancasila menjadi desain kelembagaan dan tata- kelola manajemen negara untuk mewujudkan cita-cita nasional yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
“Betapapun hebatnya mental kultural, tata kelola sebuah bangsa, belum menjamin negara kita mampu berkiprah dan bersaing di tingkat global. Itu sebabnya ranah material teknologikal harus diperkuat untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan berdasarkan Pancasila,” kata Hera menegaskan.
Sebelumnya, Ketua Program MKU UPN Veteran Jatim Dr. Ir. Srie Muljani, MT menyebutkan bahwa soft skill bertanggung jawab sebesar 85 persen bagi kesuksesan karier seseorang, sementara hanya 15 persen disematkan kepada hard skill. Pun pada pendidikan, kesuksesan seseorang dalam pendidikan, 85 persen ditentukan oleh soft skills.
Sementara, Wakil Rektor Bidang Akademik UPN Jatim Dr. Ir. Sukendah, MSc dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Dr. Dra. Ec. Tri Kartika P, M.Si, CRP mengatakan, sebagai kampus bela negara UPN Veteran Jatim mengemban amanah untuk menanamkan dan membentuk generasi muda lulusannya dengan karakter-karakter yang mulia, yang mencintai negaranya. "Yakni generasi muda yang berkompetensi global, namun tetap berakar di bumi pertiwi ini. Generasi muda yang menduniakan Indonesia bukan mengindonesiakan dunia."
Adapun lokakarya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan menambah wawasan dosen-dosen MKU yang merupakan mata kuliah wajib nasional pada kurikulum pendidikan tinggi. Dengan demikian, MKU memberikan kontribusi lebih besar pada pembentukan watak dan keadaban mahasiswa yang bermartabat.