Selasa 07 Feb 2023 09:58 WIB

NU: Sarung dan Peci tak Menandakan Pemakainya Orang Konservatif

NU menilai, sarung dan peci adalah perlawanan terhadap penjajah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Erdy Nasrul
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kedua kiri) bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kedua kanan), dan Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar (kiri) meninjau persiapan Resepsi Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (5/2/2023). Kegiatan yang digelar PBNU selama 24 jam pada tanggal 6-7 Februari 2023 tersebut mengambil tema Merawat Jagat Membangun Peradaban.
Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kedua kiri) bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kedua kanan), dan Ketua PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar (kiri) meninjau persiapan Resepsi Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Ahad (5/2/2023). Kegiatan yang digelar PBNU selama 24 jam pada tanggal 6-7 Februari 2023 tersebut mengambil tema Merawat Jagat Membangun Peradaban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden Ma\'ruf Amin mengatakan warga Nahdliyin (Nahdlatul Ulama) saat ini sudah lebih modern dan dinamis. Kiai Ma\'ruf menjelaskan, meskipun keberadaan para nahdliyin dengan kekhasannya mudah dikenali hanya dengan memakai sandal jepit dan mengenakan kain sarung, tetapi di era kekinian, kekhasan pakaian tidak lagi diperbincangkan.

Menurutnya, warga NU saat ini telah memiliki pemikiran yang modern dan lebih dinamis, tidak lagi konservatif.

Dulu, NU adalah ormas yang mengambil jarak dengan penjajah. Dulu penjajah itu identik dengan celana, dengan sepatu, dan dengan dasi. "Nah, itu dulu pertarungan bukan hanya masalah pemahaman, idealisme, dan bukan juga hanya pada masalah aspek-aspek penjajahan, tetapi juga sampai pada perilaku," ujar Kiai Ma'ruf dikutip dari website resmi Wapres.go.id, Selasa (7/2/2023).

Kiai Ma'ruf mengatakan, pakaian para Nahdliyin kini lebih disesuaikan dengan keadaan. Kekhasan tersebut saat ini tidak lagi menjadi perbincangan. NU memang pernah mengalami pemikiran yang konservatif. Namun, saat ini pemikiran NU lebih dinamis.

"Kemudian saat ini NU kembali kepada khittah-nya yaitu cara berpikir yang moderat, tapi dinamis. Tidak statis dan tidak tekstual. Nah, ketika sudah terbuka, maka kita melihat persoalan itu secara lebih kontekstual," katanya.

Mantan Rais Aam menambahkan, eksistensi di masa kebangsaan modern sekarang ini lebih ditekankan pada perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, seperti pendidikan di pondok pesantren dan perguruan tinggi NU yang sudah berubah dan lebih terbuka.

"Saya kira sekarang NU sudah punya ribuan doktor, baik yang dari dalam negeri, maupun luar negeri. Bukan hanya doktor ahli agama, tapi juga ahli IT, bahkan ada ahli lingkungan, dan ahli nuklir. Sekarang NU ingin memanfaatkan kader-kadernya yang memiliki pengetahuan di bidang ekonomi, di bidang sains supaya lebih diberdayakan," ujarnya.

Kendati demikian, Wapres mengakui pandangan masyarakat terhadap warga NU yang memiliki khas memakai sandal jepit dan kain sarung dan dianggap tradisional masih terus ada, tetapi dengan pemikiran yang lebih modern.

"Pakai kain, pakai sandal, bawa handphone, bawa laptop. Nah itu ciri-ciri santri modern, santri zaman ini. Mereka juga memiliki kemampuan nge-lobby, komunikasinya luar biasa," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement