REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon telah memperingatkan anggota parlemen di Capitol Hill bahwa Cina sekarang memiliki lebih banyak fasilitas berbasis darat yang mampu meluncurkan rudal nuklir. Menurut laporan baru dari Wall Street Journal, fasilitas Cina itu lebih besar dari Amerika Serikat (AS).
Tapi banyak silo rudal Cina kosong. Sementara jumlah peluncur rudal berbasis darat Cina tidak memiliki kemampuan nuklir berbasis kapal selam dan pesawat terbang, seperti milik AS. Akhir Januari lalu, Komando Strategis AS menulis surat akhir kepada Senat dan Komite Angkatan Bersenjata House of Representatives.
Dilaporkan Forbes, Selasa (7/2/2023), dalam surat itu, Komando Strategis AS memperingatkan tentang perluasan kemampuan nuklir Cina, demikian menurut Wall Street Journal. Tetapi Cina banyak memiliki silo yang kosong. Selain itu, Cina juga tidak memiliki rudal yang diluncurkan dari kapal selam dan pembom jarak jauh.
Peringatan itu sangat penting karena penumpukan lebih banyak senjata nuklir oleh AS kemungkinan akan menjadi sepak bola politik dalam pemilihan presiden 2024 mendatang. Karena kedua belah pihak berusaha membuktikan siapa yang lebih tangguh terhadap Cina.
Amerika Serikat memiliki perjanjian nuklir dengan Rusia yaitu perjanjian START. Sementara Cina tidak terikat dalam perjanjian apa pun yang membatasi kemampuannya untuk memproduksi senjata nuklir.
Perang Dingin Baru adalah pertarungan yang sangat nyata yang memiliki konsekuensi bagi ekonomi AS, baik dalam produksi teknologi chip yang sensitif di Taiwan, atau keputusan Apple untuk memindahkan beberapa manufaktur dari Cina.
Tetapi Perang Dingin Baru juga merupakan konflik yang menyebabkan pertumpahan darah nyata, seperti yang terjadi di Ukraina. Amerika Serikat mempersenjatai militer Ukraina di tengah invasi Rusia.
Pada masa lalu, perang nuklir pernah hampir terjadi. Kiamat nuklir nyaris terjadi saat Krisis Rudal Kuba. Selain itu, simulasi komputer hampir memulai perang nuklir pada 1979, termasuk latihan Able Archer yang dilakukan oleh NATO pada 1983.
Tidak satu pun dari kejadian itu yang menyentuh trauma psikologis karena hidup di bawah ancaman senjata nuklir yang terus-menerus. Beberapa sekolah di AS bahkan membagikan dog tag kepada anak-anak kecil di awal tahun 1950-an agar setiap anak yang terbunuh dalam potensi perang nuklir dapat diidentifikasi.