REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menanggapi permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin agar rancangan undang-undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal segera dibahas. Diketahui, RUU tersebut sudah masuk di program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
"Dari dua ini, mana yang dipercepat? yang (RUU) Perampasan Aset. Ada beberapa hal di pemerintah sebetulnya juga belum solid, salah satunya adalah pasal di mana barang rampasan itu yang mengelola siapa," ujar Bambang di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Pemerintah disebutnya belum solid terkait aturan pengelolaan aset rampasan. Adapun saat ini, pengelolanya adalah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang dipimpin oleh Yasonna H Laoly.
"(Masalah lainnya) Jaksa dari hulu ke hilir juga sebaiknya di kejaksaan, kemudian karena kebendaharaan negara itu Menteri Keuangan, dia minta itu masuk Menteri Keuangan. Jadi di sana (pemerintah) pun juga belum selesai," ujar Bambang.
"Tetapi memang sudah ingin segera dibahas gitu loh, jadi Perampasan Aset itu kepingin segera dibahas, itu yang sekarang ini tadi kami juga sudah dikasih info informal, 'Mas itu untuk segera minta dibahas ya'," sambungnya.
Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana merupakan usul inisiatif pemerintah. Namun, surat presiden (surpres) permintaan untuk pembahasannya belum diterima DPR.
"Kalau Perampasan Aset sudah pasti tidak dari DPR, tunggu dari presiden, RUU perampasan aset belum masuk bos, ini kan baru rembug-rembug di diskusi-diskusi, tapi dua hal ini yang diinginkan, itu udah panjang itu waktunya," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Sebelumnya, Jokowi mendorong dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yakni RUU tentang Perampasan Aset Tentang Tindak Pidana agar dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk segera dimulai pembahasannya. Hal ini disampaikannya menindaklanjuti skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang merosot.
Jokowi mengatakan, hasil survei dari beberapa lembaga, termasuk skor Indeks Persepsi Korupsi, menjadi masukan bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan upaya pemberantasan korupsi. Karena itu, ia pun meminta seluruh jajarannya baik di pusat maupun daerah agar memperbaiki sistem administrasi pemerintahan dan sistem pelayanan publik yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
“Saya juga ingatkan kembali kepada jajaran aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum yang seadil-adilnya tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih,” ujar dia.