REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fahmy Radhi, Pengamanat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai ide untuk mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keeknomian pasar yang terus bergerak sangat tepat untuk diterapkan. Hal ini dinilai wajar dalam dunia bisnis dan tidak ada yang dilanggar selama memang yang diatur memang tidak disubsidi oleh pemerintah.
Dia menjelaskan, pengguna BBM nonsubsidi sebagian besar adalan kalangan menengah ke atas. Selain itu, dengan dibiarkan floating tidak akan ada perubahan harga drastis yang justru mengejutkan masyarakat. Misalnya jika tiba-tiba harga minyak dunia naik tapi harga ditahan dan baru dua atau tiga bulan kemudian naik signifikan masyarakat pasti akan terkejut.
Menurut Fahmy, ini jadi pekerjaan Pemerintah dan Pertamina untuk menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar. Konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik atau pun turun harganya juga tidak terlalu besar. Secara tidak sadar konsumen akan terbiasa dengan penetapan harga yang berubah, baik harga naik ataupun turun mengikuti perkembangan harga minyak global. “Kebijakan itu menurut saya tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa tapi agar membiasakan konsumen," jelas Fahmy dalam keterangan yang diterima Sabtu (11/2/2023).
Basuki Trikora Putra, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), sebelumnya menyatakan tidak ada yang salah dengan penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha secara berkala. Apalagi penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan suaha sangat memperhatikan kondisi pertumbuhan ekonomi, sektor industri, daya beli dan kelangsungan bisnis badan usaha.
Sesuai bunyi pasal 8 Peraturan Menteri ESDM No 20 tahun 2021, harga jual eceran BBM jenis umum di titik serah setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha. Hal ini mengacu pada formula harga tertinggi yang terdiri atas harga ditambah PPN, dan PBBKB dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar.
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai masyarakat lama-lama akan terbiasa dengan penyesuaian harga BBM nonsubsidi. "Sebenarnya ini justru menguntungkan masyarakat karena ada penyesuaian harga lebih cepat dalam konteks harga minyak mentah rendah," kata Bhima.
Agar kebiasaan menghadapi harga BBM yang fluktuatif itu ada di tengah masyarakat, lanjut Bhima, menjadi tugas Pertamina dan Pemerintah untuk sosialisasikan secara masif beserta formulasi yang transparan. Pemanfaatan teknologi informasi maupun media sosial harusnya bisa lebih ditingkatkan. Kendati sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkadang masyarakat dibingungkan dengan cara penghitungan harga BBM.