Senin 13 Feb 2023 22:50 WIB

Pertemanan Antara Lelaki tak 'Senempel' Seperti Perempuan, Mengapa?

Hanya 25 persen pria yang mengekspresikan 'sayang' di antara teman dengan kata-kata.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Pertemanan antara laki-laki tidak senempel dengan perempuan. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Pertemanan antara laki-laki tidak senempel dengan perempuan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Survey Center on American Life pada 2021 silam, 21 persen pria menerima dukungan emosional dari seorang teman dalam sepekan, dibandingkan dengan 41 persen perempuan. Hanya 25 persen pria yang mengekspresikan rasa sayang di antara teman dengan kata-kata, dibandingkan dengan 49 persen perempuan.

Ketidaknyamanan umum masyarakat dengan persahabatan antara laki-laki berakar pada gagasan kuno tentang gender dan maskulinitas. Direktur Survey Center on American Life, Daniel Cox, mengatakan sejak usia dini, perempuan diarahkan untuk lebih mengasuh dan berorientasi pada hubungan. Sebaliknya, laki-laki sering diajari untuk menganggap keintiman sebagai hal "banci" atau lemah.

Baca Juga

"Ada segala macam norma masyarakat yang mengarahkan laki-laki dan perempuan ke arah yang sangat berbeda dalam hal persahabatan, apa fungsinya, dan apa yang diharapkan dari seorang teman," kata Cox, dikutip dari laman USA Today, Senin (13/2/2023).

Konselor kesehatan mental dan salah satu pendiri Expansive Therapy, Nick Fager, mengatakan, persahabatan yang penuh kasih di antara anak laki-laki biasanya hanya diperbolehkan hingga usia tertentu. Persahabatan antara pria menjadi inspirasi film drama Belgia berbahasa Prancis berjudul Close.

Sinema yang mendapat nominasi Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik itu mengisahkan dua remaja laki-laki bernama Léo (Eden Dambrine) dan Rémi (Gustav De Waele). Mereka berdua menghabiskan waktu selama liburan musim panas: berlari, bersepeda, dan tidur siang bersama di pedesaan Belgia yang indah. Keduanya merasa hubungan dekat itu wajar-wajar saja, seperti berbagi tempat tidur saat menginap atau menyandarkan kepala di bahu satu sama lain.

Situasi berubah saat mereka kembali ke sekolah menengah, di mana datang ejekan dan cercaan bernuansa homofobik oleh teman sekelas mereka. Sadar diri, Léo mulai menghindari Rémi dan bergabung dengan tim olahraga hoki. Rémi, sementara itu, menjadi sangat tertekan.

Sutradara Lukas Dhont terinspirasi untuk membuat film tersebut setelah membaca buku psikologi nonfiksi karya Niobe Way rilisan 2013, Deep Secrets: Boys' Friendship and the Crisis of Connection. Sang penulis buku mewawancarai sejumlah anak laki-laki berusia 13 tahun.

Dhont mengatakan, Way menyadari betapa remaja laki-laki amat penuh kasih saat berbicara tentang satu sama lain. Dhont terhubung dengan itu, karena dirinya pun merasakan kekuatan persahabatan namun kemudian mulai takut akan keakraban di antara pria saat melewati masa pubertas.

"Kita hidup dalam masyarakat yang memberi tahu para pria muda bahwa ada hal-hal yang lebih kita validasi daripada kelembutan dan kerentanan. Kita mengajari pria muda untuk berhenti merawat koneksi autentik dan menjauh dengan emosi. Itu hal yang sangat brutal," kata Dhont.

Dhont menjelaskan, tokoh orang tua di film Close tidak melarang atau membatasi persahabatan Léo dan Rémi. Namun, siswa lain mengejek mereka karena berangkulan atau duduk bersama. Seolah, orang awam dikondisikan untuk melihat kedekatan tidak dengan cara platonis, melainkan sesuatu yang seksual.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement