Senin 20 Feb 2023 13:11 WIB

Pria Ini Buta Selama Setahun Setelah Menatap Matahari

Kebutaan fungsional dapat terjadi akibat otot mata berada dalam keadaan kejang.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Matahari terbit (ilustrasi). Seorang pria di Inggris menderita blepharospasm dan membutuhkan suntikan botoks agar dapat kembali melihat. Kondisi itu dideritanya setelah menatap matahari.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Matahari terbit (ilustrasi). Seorang pria di Inggris menderita blepharospasm dan membutuhkan suntikan botoks agar dapat kembali melihat. Kondisi itu dideritanya setelah menatap matahari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang akuntan asal Inggris, Robert Graham, menderita kebutaan selama satu tahun. Hal ini terjadi setelah dirinya menatap ke arah matahari lalu berkedip.

Keesokan paginya, Graham tak bisa melihat. Awalnya, pria berusia berusia 67 tahun itu berharap gejala yang dialaminya hanya sementara.

Baca Juga

Graham melanjutkan hidup dan baru memutuskan untuk mengunjungi spesialis mata setahun kemudian. Sejak menerima suntikan botoks atas rekomendasi dokternya, Robert akhirnya bisa melihat dengan jelas lagi.

Graham didiagnosis menderita blepharospasm. Dia perlu mendapatkan suntikan botoks agar bisa kembali melihat.

"Blepharospasm adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kontraksi abnormal otot di sekitar kelopak mata, terutama otot orbularis oculi di kelopak mata atas dan bawah," kata ahli bedah mata dr Susan Sarangpani.

Blepharospasm tidak memengaruhi penglihatan, jadi tidak langsung menyebabkan kebutaan. Namun, hal itu dapat mengakibatkan "kebutaan fungsional", di mana otot penglihatan berada dalam keadaan kejang yang tidak terkendali dan orang tersebut tidak dapat membuka mata.

"Ini berarti bahwa orang tersebut tidak dapat melihat dan secara efektif 'buta' saat menderita kondisi tersebut," papar dr Sarangpani.

Suatu pagi di 2014, Graham berjalan keluar dari stasiun kereta api di Leeds, West Yorkshire dan melihat ke arah matahari dan berkedip ke arah cahaya itu. Seketika kelopak matanya benar-benar tertutup dan sama sekali tidak mau terbuka.

Dengan jemarinya, Graham kemudian mendorong kelopak matanya agar terbuka. Ia berpikir mungkin itu karena terlalu silau.

Graham pun pindah ke tempat teduh. Dia bisa menyipitkan matanya, kelopaknya terbuka sedikit. Namun, setiap kali dia mendapati dirinya menghadapi angin, kelopak matanya tertutup lagi, dan dia hanya bisa sedikit membuka matanya beberapa detik.

Menurut Dr Sarangpani, ada dua jenis blepharospasm, yakni blefarospasme esensial dan blefarospasme refleks. Blefarospasme esensial adalah jenis gangguan gerakan saraf di mana terjadi kontraksi otot yang tidak disengaja dan berkelanjutan di sekitar kelopak mata.

Sementara itu, blefarospasme refleks sedikit berbeda karena terjadi sebagai gejala dari kondisi lain yang menyebabkan ketidaknyamanan atau iritasi di sekitar mata, seperti blepharitis, mata kering, peradangan pada mata, sensitivitas cahaya, atau meningitis. Dalam kondisi tersebut, cahaya juga dapat bertindak sebagai rangsangan langsung untuk kejang dan gejala lain dari kondisi tersebut.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa lebih dari 80 persen orang dengan kondisi tersebut sensitif terhadap cahaya. Gejala biasanya dimulai dengan berkedip sebentar-sebentar dan hilang setelah tidur atau istirahat, menurut dr Sarangpani.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement