REPUBLIKA.CO.ID., COLOMBO -- Polisi Sri Lanka menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi protes anti-pemerintah di pusat kota Colombo pada Ahad (26/2/2023)
Ribuan pengunjuk rasa menentang perintah polisi, dan tetap menjalankan aksinya untuk memprotes keputusan pemerintah menunda pemilu lokal tanpa batas waktu yang telah dijadwalkan pada 9 Maret. Sebelumnya, Presiden Ranil Wickremesinghe mengumumkan bahwa pemilu tidak dapat dilaksanakan karena negara dilanda krisis ekonomi.
Sri Lanka dilanda krisis ekonomi sejak akhir 2021 yang menyebabkan protes dan memaksa Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri dari kursi kepresidenan 10 bulan lalu.
Krisis ekonomi telah berubah menjadi krisis politik berdampak partai-partai oposisi menyerukan diadakannya pemilu untuk membentuk pemerintahan baru.
Pedukung Partai Oposisi National People’s Power (NPP) menentang keputusan pengadilan yang melarang mereka memasuki area ditengah peringatan dari polisi saat mereka berjalan menuju pusat kota Colombo, ketika polisi menembakkan gas air mata dan meriam air untuk menghalau mereka.
Pengumuman Presiden Wickremesinghe sempat memicu kemarahan publik, terkait pernyataannya, Komisi Pemilihan Umum Sri Lanka juga belum mengambil langkah apapun untuk menjadwal ulang pemungutan suara karena negara tersebut berada dalam posisi yang tidak menentu, menunggu dana talangan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Tindakan protes baru-baru ini membuat polisi menggunakan kekuatan untuk mencegah lebih banyak protes semacam itu di tengah meningkatnya penentangan publik terhadap pemerintahan Wickremesinghe, seorang kepala negara yang dipilih oleh parlemen yang tidak memiliki mandat politik sebagai presiden.