REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Dewan penasehat Islam resmi Mesir, Dar Al Iftaa menyatakan, dalam sejumlah unggahan media sosial pada Ahad (26/2/2023), mencoba meningkatkan kesadaran seputar penyalahgunaan narkoba, khususnya meningkatnya penggunaan sabu atau 'shabo' seperti yang dikenal di Mesir.
Dilansir dari laman the National News pada Senin (27/2/2023), Dar Al Iftaa menyatakan, Muslim yang berhenti menggunakan narkoba dijamin mendapat tempat di surga.
Dar Al Iftaa dalam sebuah unggahan Facebook pada Ahad malam menyatakan, bulan Syaban dalam kalender Hijriyah merupakan waktu refleksi dan penebusan dosa.
Kemudian mendesak umat Islam menggunakan Syaban untuk merenungkan apa yang telah mereka lakukan selama setahun terakhir, dan meminta pengampunan Tuhan atas kekurangan atau ketidaktaatan apa pun.
Dalam unggahan lain pada Ahad, penasihat memilih nama sabu dan memperingatkan para pengikutnya bahwa itu membuat pikiran pengguna 'absen', dan menyebabkan kerusakan parah pada tubuh serta kondisi psikologis mereka.
“Ini mengarah pada penghancuran diri sepenuhnya dan membuat orang menempatkan diri mereka dalam situasi berisiko dan berbahaya,” sebutnya, mengingatkan para pengikut bahwa mengonsumsi sabu adalah ilegal.
Kampanye kesadaran penasihat juga termasuk unggahan dengan ayat-ayat Alquran yang menggarisbawahi pentingnya merawat tubuh dan kesehatan moral seseorang.
Dar Al Iftaa mendesak pengikut untuk menggunakan hotline kecanduan yang dikelola pemerintah jika mereka membutuhkan bantuan untuk berhenti.
Seorang pengedar narkoba menyampaikan kepada The National, bahwa penggunaan obat yang sangat adiktif telah meningkat selama 10 tahun terakhir ketika pertama kali masuk ke dunia narkoba Mesir.
Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW
Berbagai macam obat perancang baru selain pil Captagon dan ketamin, dalam beberapa tahun terakhir popularitasnya meningkat hingga mendominasi suasana di mana sebelumnya ganja menjadi obat pilihan.
Adapun Mesir telah menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi selama bertahun-tahun dan mayoritas dari 104 juta penduduknya telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sejak awal 2022.
Sebuah studi pada 2018 yang dilakukan Perpustakaan Kedokteran Nasional Amerika Serikat menetapkan bahwa ada hubungan langsung antara kondisi ekonomi yang buruk dan peningkatan penggunaan narkoba.
Studi tersebut menemukan bahwa sekitar 60 persen peserta melaporkan peningkatan yang signifikan dalam penggunaan narkotika selama krisis ekonomi.
Sumber: thenationalnews