REPUBLIKA.CO.ID, Sesaat pranatacara turun panggung, lampu aula melindap. Hiruk pikuk pengunjung yang damat seketika hening. Yang tedas hanyalah ruang pentas.
Puluhan remaja berkebaya dan berseragam hitam kemudian merandat dan berbanjar di proskenium. Di hadapan mereka terdapat kendang, kolintang, simbal, dan pelbagai jenis angklung yang siap untuk dimainkan.
Saat dirigen memberikan arahan, alunan lagu "Sakura" membahana. Orkes tabung bambu itu begitu memanjakan telinga pengunjung yang tampak khusyuk menyimak. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang turut merekam momen itu dengan kamera ponsel.
Nuansa Indonesia kian kental terasa ketika alunan angklung memainkan salah satu lagu dari Lembah Grime, Jayapura: "Yamko Rambe Yamko". Kali ini, pengunjung tak mampu lagi menahan diri untuk tidak bertepuk tangan dan bertempik sorak.
Apresiasi pengunjung kian menjadi kala alunan tabung bambu berganti ke genre musik kontemporer. Wajah pengunjung tampak makin semringah saat orkes memainkan lagu "Grenade" dan musik tema "Mission Impossible". Hal itu tampak dari laku pengunjung yang mengangguk-anggukkan kepala sambil menggoyangkan badan saat menikmati sajian nada.
"Angklungnya gayeng dan variasi musiknya lengkap, apalagi dimainkan sama anak-anak Sekolah Indonesia Tokyo (SRIT). Pas banget buat jadi pembuka acara," ungkap Tantri, salah satu pengunjung Indonesia-Japan Friendship Day (IJFD) di Aula Tsukuba Toyosato, Ibaraki, Sabtu (25/2/2023) lalu.
Penampilan angklung oleh siswa tingkat SMP-SMA Sekolah Indonesia Tokyo (SRIT) itu merupakan salah satu dari berbagai jenis pentas seni Nusantara yang dibawakan oleh warga Indonesia yang bermukim di Jepang. Acara tersebut diselenggarakan atas kerja sama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang Komisariat Ibaraki.
Menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Jepang dan Negara Federasi Mikronesia, Heri Akhmadi, tahun ini, seperti tahun sebelumnya, acara serupa digelar di sejumlah kota di Jepang. Kegiatannya bukan hanya penampilan kesenian, melainkan juga pelayanan kekonsuleran, pelayanan keimigrasian, temu warga Indonesia dan Jepang, serta bazar kuliner.
"Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati kerja sama dan hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang yang ke-65 tahun," tuturnya saat membuka acara IJFD Tsukuba 2023 di hadapan pengunjung yang berasal dari kalangan warga Indonesia dan Jepang.
Menurut Wakil Ketua PPI Ibaraki, Lingga Ghufira Oktariza, ada sejumlah kesenian Nusantara yang dimainkan oleh warga Indonesia. Di antaranya, pentas angklung oleh siswa SRIT, pagelaran hadrah oleh jamaah Masjid NU At-Taqwa Koga, Tari Ngarojeng, Tari Sekar Jagat, dan Tari Piring.
Selain itu, warga Jepang, di antaranya mahasiswa University of Tsukuba, juga turut memeriahkan acara. Mereka ada yang menampilkan seni bela diri khas Jepang, Judo, dan Tari Gambyong Pangkur dari Surakarta, Jawa Tengah.
"Rasanya (saat menyaksikan pementasan ini) seperti melepas kangen sama Tanah Air, terutama pementasan angklungnya," ucap Wita yang mengaku datang ke Aula Tsukuba untuk beroleh pelayanan keimigrasian berupa pengajuan perpanjangan paspor.
Angklung SRIT
Kepala Sekolah Indonesia Tokyo (SRIT), Ari Driyaningsih, mengaku bangga dengan penampilan para siswanya memainkan angklung di hadapan para pengunjung di Aula Tsukuba. Alasan kebanggaan itu bukan hanya karena aksi panggung yang menawan, melainkan juga karena kesungguhan latihan.
"Meski waktu latihan begitu terbatas, para siswa tetap menunjukkan semangat dan gairah yang kuat untuk memenuhi target," ungkap Ari Driyaningsih di sela-sela pelaksanaan acara IJFD Tsukuba 2023.
Menurut Wakil Kepala Sekolah SRIT yang juga menjadi Pembimbing Ekskul Angklung, Arie Nursanti, waktu persiapan pentas di Tsukuba sekitar empat hari dengan total durasi latihan selama delapan jam. Salah satu tantangan saat latihan adalah memainkan komposisi lagu "Yamko Rambe Yamko".
Aransemen lagu tersebut, kata Arie Nursanti, dikembangkan sepanjang proses latihan. Saat itu, para siswa banyak yang masih kikuk memainkannya. Namun, seiring latihan yang berulang-ulang, para siswa mulai hafal dan terbiasa dengan harmoninya.
"Lagu tadi itu ("Yamko Rambe Yamko") boleh dibilang menjalani debut di Tsukuba. Dengan sambutan yang luar biasa dari pengunjung, kami tentu bangga berhasil memainkannya," ucap Arie Nursanti.
Baru pertama pegang angklung
Rupanya, debut tidak hanya berlaku untuk lagu "Yamko Rambe Yamko", sejumlah siswa pemain angklung di Aula Tsukuba juga banyak yang baru pertama kali mengenal alat musik khas Sunda itu justru saat mengenyam pendidikan di Sekolah Indonesia Tokyo (SRIT).
Ahmad Adhiya Al Airu, Siswa Kelas 8 SRIT, adalah salah satunya. Peserta didik yang akrab disapa Arya itu mengaku baru pertama memainkan angklung saat bersekolah di SRIT. Sebelumnya, di Tanah Air, dia tidak pernah memegang alat musik tersebut, apalagi memainkannya.
Dengan debutnya memainkan angklung dan langsung menjalani pementasan di Tsukuba, Arya mengaku senang. Dia bahkan tidak mengalami demam panggung saat memainkan tabung bambu di hadapan pengunjung di Aula Tsukuba.
"Mungkin karena tampil bersama teman-teman lain jadi rasa canggung itu tidak terasa," ucapnya.
Arie Nursanti yang juga menyadari para siswanya banyak yang baru pertama kali memegang angklung mengaku terharu dengan performa yang ditampilkan. Dia juga terkesan dengan animo para siswa di SRIT yang begitu giat mempelajari berbagai jenis khazanah kesenian Nusantara di Jepang, termasuk angklung.
Oleh: Asep Wijaya, Penulis yang bermukim di Jepang