Kamis 02 Mar 2023 09:57 WIB

Soal Kasus Gagal Ginjal Anak, Komnas HAM: Kami Masih Penyelidikan

Komnas HAM sebut masih menyelidiki kasus gagal ginjal sehingga belum jadikan KLB.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
warna urine dapat menggambarkan kondisi kesehatan ginjal. (ilustrasi). Komnas HAM sebut masih menyelidiki kasus gagal ginjal sehingga belum jadikan KLB.
Foto: www.freepik.com
warna urine dapat menggambarkan kondisi kesehatan ginjal. (ilustrasi). Komnas HAM sebut masih menyelidiki kasus gagal ginjal sehingga belum jadikan KLB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) enggan banyak buka suara mengenai penyelidikan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Komnas HAM berdalih masih fokus menuntaskan penyelidikan. 

Komnas HAM sempat didesak agar kasus GGAPA ditetapkan menjadi kejadian luar biasa (KLB). Komnas HAM pun pernah menjanjikan akan dilakukan rapat lanjutan guna menindaklanjuti kasus ini. Bahkan Komnas HAM melempar wacana pembentukkan tim adhoc terkait kasus GGAPA. 

Baca Juga

Belakangan, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menyampaikan pihaknya masih mendalami kasus GGAPA. Ia tak merinci bagaimana proses penyelidikannya, termasuk pihak mana saja yang sudah diperiksa Komnas HAM. 

"Kami masih melakukan pemantauan dan penyelidikan kasus gagal ginjal," kata Uli kepada Republika, Rabu (1/3). 

Uli mengaku belum bisa memberikan informasi mengenai temuan sementara dari penyelidikan itu. Padahal temuan sementara setidaknya dapat menjadi gambaran awal perkara yang diselidiki Komnas HAM. 

"Nanti kami infokan jika sudah selesai laporannya," ujar Uli. 

Walau demikian, Uli tak tahu pasti kapan laporan akhir Komnas HAM atas kasus GGAPA bakal rampung. Ia meminta publik bersabar menunggu laporan hingga tuntas. 

"Tunggu saja laporannya," ucap Uli. 

Sebelumnya, keluarga korban GGAPA sudah melaporkan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan industri farmasi ke Komnas HAM sejak akhir tahun lalu. Mereka mendesak supaya kasus tersebut ditetapkan menjadi KLB. Namun sampai saat ini, belum ada tindaklanjut dari Komnas HAM. 

Keluarga korban akhirnya mengajukan gugatan Class Action mewakili 25 korban ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak awal tahun ini. Penggugat dibagi menjadi tiga kelompok.

Kelompok I merupakan keluarga dari pasien yang meninggal setelah mengonsumsi obat dari PT Afi Farma Pharmaceutical Industry. Kelompok II adalah keluarga dari pasien pengonsumsi obat PT Afi Farma Pharmaceutical Industry yang masih dirawat.

Sedangkan Kelompok III yaitu keluarga dari pasien yang meninggal tetapi obat yang diberikan berasal dari PT Universal Pharmaceutical Industry. 

Gugatan ini ditujukan kepada sebelas pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan, CV Samudera Chemical, dan turut tergugat Kemenkeu. 

Setelah tiga kali sidang di PN Jakpus, perkara ini makin tak jelas rimbanya. Sebab tiga kali sidang digelar, tiga kali pula tak ada hasil positif yang muncul di persidangan bagi penggugat. Tiga kali sidang yang dilakukan dalam kurun waktu dua bulan hanya berkutat di pemeriksaan berkas. 

Tercatat, Kemenkes menyebutkan terdapat total 269 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang tercatat per 26 Oktober 2022. Dari total angka tersebut, sebanyak 73 kasus masih dirawat, 157 kasus meninggal dunia, dan sembuh 39 kasus.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement