REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menyoroti keputusan Barat yang terus memasok persenjataan berat yang lebih baru untuk Ukraina. Dia menyebut, senjata itu turut digunakan Kiev untuk menyerang fasilitas sipil.
“Negara-negara Barat mengejar jalan menuju eskalasi yang disengaja dari krisis Ukraina dengan memasok Kiev dengan jenis senjata berat yang lebih baru dan lebih baru. Senjata Barat secara aktif digunakan oleh (Angkatan Bersenjata Ukraina) untuk menembaki bangunan tempat tinggal, sekolah dan rumah sakit, pembunuhan penduduk yang damai serta penghancuran infrastruktur publik,” kata Ryabkov saat berbicara di Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, Kamis (2/3/2023).
Dia menentang tindakan militer Ukraina tersebut. “Ini adalah kejahatan perang, pelanggaran hukum kemanusiaan yang melibatkan negara-negara anggota NATO dan yang perwakilannya suka berbicara tentang HAM dengan cara berkhotbah dan munafik,” ujar Ryabkov.
Perang Rusia-Ukraina telah memasuki tahun pertama pada 24 Februari lalu. Tak banyak yang dapat membayangkan bahwa Kiev mampu bertahan selama ini menghadapi konflik terbuka dengan salah satu negara adidaya dan kekuatan nuklir dunia tersebut. Bantuan militer Barat menjadi faktor signifikan yang membuat Ukraina masih mampu meladeni Rusia hingga saat ini.
“Barat” dalam konteks ini merujuk pada anggota NATO dan Uni Eropa. Pada Desember 2022 lalu, lembaga think-tank Jerman, Kiel Institute for the World Economy (KIWE), merilis laporan berisi daftar pihak yang menyalurkan bantuan kepada Ukraina. Amerika Serikat (AS) menempati posisi teratas alias paling besar menyuplai bantuan.
Menurut KIWE, hingga Desember 2022 lalu, Washington telah memberikan bantuan sebesar 50,2 miliar dolar AS untuk Ukraina. Bantuan tersebut berbentuk keuangan, kemanusiaan, dan militer. Separuh dari total bantuan AS untuk Kiev berbentuk pasokan peralatan militer.
Barat sempat menghadapi situasi dilematis ketika Ukraina menyerukan mereka untuk mengirimkan bantuan tank tempur. Negosiasi alot terjadi di internal NATO. Terdapat kubu pro dan kontra. Sebagian negara anggota NATO khawatir jika tank tempur dikirim ke Ukraina, hal itu dapat menyeret mereka lebih jauh ke dalam konflik dengan Rusia.
Tank Leopard Jerman dan tank Abrams buatan AS merupakan dua tipe tank yang diperdebatkan untuk dikirim ke Ukraina. Namun Berlin dan Washington sama-sama enggan mengirimkan tank tersebut ke Kiev. Setelah proses tarik-ulur cukup panjang, pada 25 Januari lalu Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan bahwa negaranya akan mengirimkan 14 tank Leopard 2 ke Ukraina.
Negara-negara Eropa yang memiliki tank buatan Jerman tersebut dan ingin mengerahkannya ke Ukraina juga dapat mendapat restu dari Scholz. Langkah Jerman mengizinkan pengiriman Leopard 2 ke Ukraina terjadi berbarengan dengan keputusan Presiden AS Joe Biden mengirim 31 tank M1 Abrams untuk Kiev.
Menurut laporan BBC pada 18 Februari 2023 lalu, selain Jerman dan AS, Inggris pun turut mengirimkan 14 tank Challenger 2 ke Ukraina. Washington turut memasok Ukraina dengan kendaraan tempur lapis baja seperti Stryker dan Bradley.
AS dan Inggris pun telah memberikan sistem rudal jarak jauh kepada Ukraina seperti Himars dan M142, yang menyerang target di belakang garis depan Rusia.
Beberapa negara NATO telah menyediakan howitzer dan senjata self-propelled. Sementara Turki menjual beberapa drone bersenjata Bayraktar TB2 ke Ukraina. AS dan sejumlah negara lainnya juga telah memasok sistem pertahanan udara seperti Patriot dan Starstreak untuk menembak jatuh rudal jelajah serta drone Rusia di atas Ukraina.
Senjata anti-tank yang dipasok oleh AS dan Inggris, seperti Javelin dan Nlaw, sangat penting dalam menghentikan kemajuan Rusia di ibu kota Ukraina, Kiev, pada musim semi 2022.
Meski telah menerima banyak bantuan, Ukraina masih menginginkan hal lain, yakni jet tempur. Mereka menilai, kehadiran jet tempur dibutuhkan untuk misi pencegatan dan menyerang posisi Rusia. Namun hingga kini belum ada negara yang mau memenuhi permintaan Kiev tersebut.