REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembimbing haji dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) diminta ikut menyosialisasikan biaya haji yang sudah ditetapkan pemerintah bersama DPR. Jamaah perlu diberi pemahaman mengenai biaya haji yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan kinerja keuangan agar dapat memberikan nilai manfaat yang optimal. Serta dengan senantiasa menjaga prinsip-prinsip syariah, kehati-hatian, nirlaba, transparan dan akuntabel.
Diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M sebesar Rp 90.050.637,26. Komposisi BPIH pun terdiri dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah sebesar Rp 49.812.700,26 (55,3 persen). Sedangkan penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp 40.237.937 (44,7 persen).
Oleh karena itu, Fadlul mengajak kepada para pembimbing haji dan KBIHU untuk ikut menyosialisasikan dan memberikan pemahaman kepada jemaah tunggu terkait biaya haji yang berkeadilan dan berkelanjutan. Penggunaan nilai manfaat ini dalam struktur pembiayaan BPIH ke depan perlu memperhatikan aspek keadilan dan keberlanjutan.
Hal ini dikarenakan nilai manfaat dari hasil pengolahan BPKH bukan hanya milik haji yang berangkat pada tahun berjalan, namun juga merupakan milik dari 5,3 juta jamaah haji tunggu. "Setelah penentuan biaya ibadah haji tersebut maka alangkah baiknya kita turut mengawal ikhtiar para jamaah yang masih menunggu giliran antri untuk berangkat haji," kata Fadlul.
BPKH menggelar diskusi publik dengan tema pengelolaan keuangan haji yang berkeadilan, berkelanjutan dan penguatan ekosistem Perhajian Indonesia melalui pembimbing haji dan KBIHU di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat. Fadlul secara daring memberikan sambutan.
"Memberikan pemahaman dari sudut pandang hukum fiqih, dimana umrah tidak menggugurkan kewajiban berhaji. Sehingga niat terus berhaji tentunya akan lebih menyempurnakan keimanan bagi seorang Muslim," ujar dia menambahkan.
Pembimbing haji dan KBIHU, kata Fadlul, mempunyai peran yang strategis dalam membina jamaah haji dan umrah saat ini. Disamping besarnya jumlah jamaah yang dibina, juga kedekatan emosional yang dimiliki KBIHU menjadi modal untuk dapat mengarahkan jamaah haji kearah pembinaan manasik yang lebih baik.
"Sehingga informasi tentang penyelenggaraan ibadah haji dan pengelola keuangan haji yang berkeadilan dan berkelanjutan juga akan lebih terdiseminasi kepada seluruh calon jamaah haji baik yang berangkat pada tahun berjalan maupun yang masuk ke dalam waiting list," tutur dia.
Sementara itu, anggota BPKH, Indra Gunawan, menyampaikan pembimbing ibadah haji dan KBIHU menjadi ujung tombak dalam mengajak dan mengunggah jamaah untuk berangkat haji. Sehingga mereka dirasa mampu untuk menyampaikan pengelolaan dana haji oleh BPKH yang transparan dan akuntabel kepada masyarakat.
"Sekarang sudah kita sampaikan hampir Rp 30 triliun dana yang untuk berangkat dan juga dana untuk jamaah tunggu. Ada tabungan Rp 33,5 triliun, ada Rp 62,5 triliun itu nilai tambah dari BPKH untuk jamaah, nah mereka sudah jelas akhirnya tidak ada keraguan kita sudah transparan," ujar Indra.
Turut hadir, Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Arsyad Hidayat, yang mengatakan ada sebanyak 64 ribu jamaah lansia yang akan berangkat tahun 2023. Sehingga, dia meminta kepada pembimbing haji dan KBIHU untuk memberikan latihan fisik dalam pembinaan manasik ke depan.
"Saya meminta disamping kita memberikan manasik yang sifatnya baca-bacaan, zikir, tahmid, tahlil, tasbih atau doa-doa. Saya minta para pembimbing membina jamaah itu latihan fisiknya," katanya.
Menurutnya hal ini penting dilakukan mengingat seluruh rangkaian wajib ibadah haji membutuhkan kondisi yang fit. Diantaranya seperti melaksanakan mabit di Mina, lempar jumrah hingga wukuf di Arafah. "Malah kalau saya melihat ibadah haji ibadah fisik lebih dominan, maka pelatihan yang sifatnya fisik itu menurut saya harga yang tidak bisa ditawar lagi," katanya.