Rabu 08 Mar 2023 13:49 WIB

Yusril: Kader Ideologis Tersingkir dalam Sistem Proporsional Terbuka

Partai politik lebih mengutamakan kader populer dan punya banyak uang.

Rep: Febryan A/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB Yusril Ihza Mahendra menyebut, pemilihan legislatif dengan sistem proporsional terbuka membuat kader terbaik yang ideologis tersingkir. Sebab, partai politik lebih mengutamakan kader populer dan punya banyak uang dalam menentukan calon anggota legislatif (caleg).

Hal ini diungkapkan Yusril ketika menyampaikan keterangan PBB dalam sidang lanjutan gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/3/2023). PBB merupakan pihak terkait dalam persidangan ini.

Baca Juga

Yusril menjelaskan, dalam sistem proporsional terbuka yang sudah ditetapkan sebanyak empat kali pemilu, parpol kerap mengambil jalan pintas untuk meraup suara pemilih. Caranya, dengan mengusung kader-kader populer, karena bisa menjadi magnet untuk mendulang suara pemilih. Cara lainnya adalah mengusung kader berkemampuan finansial untuk mendanai partai.

"Kader-kader terbaik yang ideologis, punya kapasitas untuk bekerja, namun tidak begitu populer perlahan-perlahan tersingkir dari lingkaran partai dan digantikan oleh figur-figur terkenal yang nyatanya belum tentu bisa bekerja dengan baik," kata Yusril.

Dia menambahkan, sistem proporsional terbuka juga membuat pemilu tidak lagi jadi medan pertarungan ide atau gagasan. Sebab, kandidat yang diusung bukan kader partai yang ideologis. Alhasil, pemilu berubah menjadi medan pertarungan orang-orang populer atau punya uang banyak.

Menurut dia, sistem proporsional terbuka telah memperlemah parpol dalam menjalankan peran dan fungsinya, yang salah satunya kaderisasi. Padahal, peran dan fungsi parpol sudah ditegaskan dalam UUD 1945.

Karena itu, dia menilai sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. "... Maka beralasan menurut hukum agar ketentuan pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu tersebut diperbaiki dan dikembalikan kepada makna yang benar menurut UUD," kata pakar hukum tata negara itu.

Jauh sebelum memberikan keterangan dalam persidangan, Yusril sudah tegas menyatakan bahwa partainya mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Karena itu, PBB menjadi pihak terkait di sidang MK untuk mendukung dalil-dalil penggugat.

Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan, yang salah satunya merupakan kader PDIP. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang menjadi landasan penerapan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup sehingga bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun parpolnya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi anggota dewan. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement