Kamis 09 Mar 2023 15:45 WIB

Perlu Ada Regulasi Terhadap Distributor Konten

Orang ramai-ramai membuat konten untuk mencari keuntungan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Yusuf Assidiq
Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Djunaedi memberikan paparan saat diskusi pada Musyawarah Nasional ke XIII Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Kamis (9/3/2023). Pada diskusi ini membahas tentang peran media dalam mencerdaskan bangsa.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Djunaedi memberikan paparan saat diskusi pada Musyawarah Nasional ke XIII Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Kamis (9/3/2023). Pada diskusi ini membahas tentang peran media dalam mencerdaskan bangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi, menyoroti maraknya konten-konten tidak mendidik yang berseliweran di media sosial. Untuk itu menurutnya perlu ada yang mengatur agar konten-konten negatif tidak semakin beredar di masyarakat.

"Konten-konten yang bertebaran di masyarakat ini perlu ada yang memediasi, perlu ada yang mengkurasi supaya konten-konten orang sakit tiktokan itu beredar dan membawa dampak yang negatif buat masyarakat secara luas," kata Irfan dalam diskusi yang digelar Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) bertajuk Peran Media dalam Mencerdaskan Bangsa, di kampus Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (9/3/2023).

Irfan memandang yang berkuasa dalam dunia perkontenan adalah rezim klik.  Orang akan ramai-ramai membuat konten untuk mencari keuntungan. "Jadi semakin banyak diklik semakin cuan, semakin orang berbondong-bondong 'bikin konten yang begitu aja deh biar diklik banyak orang'," ujarnya

Menurutnya regulasi tersebut penting agar rezim klik tersebut tidak lagi berlaku.  Untuk itu ia berharap pemerintah hadir untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Regulasi itu, itu adalah bagaimana supaya tidak menggunakan rezim klik ini, sehingga pemerintah harus hadir untuk membuat level of playing field yang sama," tuturnya.

Irfan menambahkan, media massa selama ini diatur oleh banyak batasan, mulai dari SOP di internal, kode etik, hingga Undang-Undang Pers. Belum lagi soal pajak yang harus ditanggung baik oleh wartawan maupun terhadap media.

"Sementara Google, Facebook masuk ke sini itu tanpa ada regulasi yang bersusun-bersusun, Kemenkeu mengklaim menarik pajak, pas saya cek itu pajaknya PPn, yang mana komponen PPn yang bayar konsumen, selebihnya dia bawa keluar, tapi kenapa, ya karena rezim klik yang berkuasa dalam dunia perkontenan," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Pimpinan Redaksi Kumparan, Arifin Asydhad. Arifin menyoroti soal perlunya regulasi terhadap distributor konten.

"Kenapa konten hoaks tersebarnya lebih cepat, konten bombastis kok tersebarnya lebih cepat, karena sebuah algoritma. Karena itu tadi, perlu ada regulasi terhadap hal ini," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement