Sabtu 11 Mar 2023 18:19 WIB

Ternyata, Tindak Tanduk RAT Sudah Terendus Sejak 2013

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru menerima laporan PPATK pada 2019

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri)  menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Menkeu Sri Mulyani meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan secara detail perhitungan transaksi gelap pegawai Kemenkeu sebesar Rp300 triliun tersebut dan siapa saja yang terlibat untuk bisa menjadi bukti hukum. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Menkeu Sri Mulyani meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan secara detail perhitungan transaksi gelap pegawai Kemenkeu sebesar Rp300 triliun tersebut dan siapa saja yang terlibat untuk bisa menjadi bukti hukum. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, transaksi mencurigakan Rafael Alun Trisambodo (RAT) sudah tercium sejak 2013. Hanya saja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru menerima laporan itu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2019.

"Banyak persepsi dan impresi kesan dari publik saya mendapatkan informasi lengkap dari PPATK. Katakanlah seperti kasus RAT, kasus ini disampaikan Pak Mahfud Md sejak 2013 informasinya ada, tapi di kami, PPATK menyampaikan informasi baru 2019," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (11/3/2023).

Baca Juga

Ia menyebutkan, Kemenkeu hanya menerima informasi empat surat atau rekening dari 2016 hingga 2019 terkait RAT dari PPATK. Nilai transaksi dalam rekening itu antara Rp 50 juta hingga Rp 125 juta.

Sementara, informasi PPATK tentang RAT yang dikirim ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md serta Aparat Penegak Hukum (APH) sejak 2013 menyangkut transaksi belasan miliar rupiah atau jauh lebih besar. Dan itu tidak disampaikan ke Kemenkeu.

"Poin saya pak Mahfud sebagai Ketua Dewan Pengarah Tindak Pencucian Uang mendapat informasi lengkap dan detail. Kami tidak mendapatkan seperti itu, tapi itu jadi evaluasi bersama," jelas Sri Mulyani.

Dirinya memastikan, Kemenkeu pasti menindaklanjuti laporan PPATK. Ia juga menyatakan, bakal terus bekerja sama dengan berbagai pihak lain.

"Kami sampaikan sepanjang di Kementerian Keuangan saya akan meyakinkan kami pasti akan tindaklanjuti. Kalaupun mentok nanti saya lapor ke Pak Mahfud, pak ini saya sudah mentok saya nggak bisa lewat dari sini," tutur dia.

Sri Mulyani menegaskan, kerja sama ini penting demi membangun dan membersihkan praktik kotor dan korupsi di Indonesia.

"Apa yang terjadi dengan RAT, ED (Eko Darmanto), dan lainnya, monggo saya akan terus dukung langkah-langkah penegakkan hukum dari instansi dan APH," jelasnya.

RAT tercatat memiliki harta Rp 56 miliar di LHKPN. Namun PPATK mengungkap transaksi puluhan rekeningnya mencapai Rp 500 miliar. RAT saat ini sudah dicopot dari Kemenkeu dengan tidak hormat dan tidak mendapat dana pensiun. Kasusnya masih terus bergulir di jalur hukum.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement