Jumat 17 Mar 2023 01:28 WIB

SMRC Ungkap Persentase Pemilih Capres Berdasarkan Ideologi, Akankah Terjadi Polarisasi?

Tanpa intervensi apa-apa, masyarakat Indonesia moderat secara ideologis.

Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani. SMRC belakangan menggelar survei terkait potensi polarisasi pada Pemilu 2024. (ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Founder Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani. SMRC belakangan menggelar survei terkait potensi polarisasi pada Pemilu 2024. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memaparkan hasil studi tentang polarisasi di Pilpres 2024. Hasilnya, dari tingkat masa pemilih calon presiden (capres) tidak terjadi polarisasi secara ideologis.

Baca Juga

Saiful Mujani mengatakan, pertama yang dilihat posisi ideologis masyarakat. Publik diminta memberi skor antara 0-10 pada diri sendiri. Skor 10 jika ingin Islam berperan besar salam kehidupan politik.

Sedangkan, skor 0 berarti menginginkan agar negara diatur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hasilnya, rata-rata skor yang didapat 4,61 menunjukkan masyarakat cenderung lebih pro kepada Pancasila.

"Urusan mengatur negara, kecenderungan skornya di bawah lima, lebih cenderung ke  Pancasila dan UUD 1945, bukan pada politik Islam," kata Saiful, Kamis (16/3/2023).

Ada angka yang cukup menonjol, beda dari yang lain, 28,5 persen yang menyatakan posisi ideologisnya ada di angka lima atau tengah. Ini menunjukkan kalau masyarakat tidak terpolarisasi atau tidak terbelah.

Ia menekankan, yang banyak yang moderat. Yang sangat ingin Pancasila hanya sekitar 20 persen, demikian pula yang sangat mau Islam. Sisanya ada di tengah dan mereka secara jumlah adalah yang paling besar. 

"Ini mencerminkan kurva normal. Dan itu artinya tidak terjadi polarisasi dalam ideologi," ujar Saiful. 

Saiful menegaskan, masyarakat Indonesia tidak terbelah, ekstrem Islam atau ekstrem Pancasila. Di antara titik ekstrem Pancasila dan Islam, ada ruang kelabu di tengah yang mempertemukan dua kecenderungan itu.

"Tanpa intervensi apa-apa, masyarakat kita moderat secara ideologis, walaupun moderatnya lebih cenderung pada Pancasila," kata Saiful.

Saiful menambahkan, secara alamiah, sikap moderat gejala umum masyarakat dan yang ekstrim secara alamiah kecil. Tetapi, kondisi normal tanpa polarisasi bisa rusak menjadi terpolarisasi kalau ada intervensi.

Salah satu bentuk intervensinya persaingan politik. Studi lebih fokus melihat persaingan dalam pilpres. Apakah Pilpres menciptakan polarisasi, ketika yang sangat pro Islam besar dan sangat pro Pancasila juga besar.

Studi ini mengungkap jika pilpres terjadi antara Anies Baswedan melawan Ganjar Pranowo, tetap tidak terjadi polarisasi. SMRC menemukan, pemilih Anies maupun pemilih Ganjar dalam ideologi tidak beda.

"Tidak terjadi polarisasi ideologis antara pemilih Anies dan pemilih Ganjar," ujar Saiful. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement