Ahad 19 Mar 2023 06:10 WIB

Thrifting Dilarang, Pemkot Bandung Cari Jalan Tengah

Bandung memiliki sejumlah pusat pakaian bekas impor.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Friska Yolandha
Penjual pakaian bekas impor beraktivitas di depan kiosnya di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di masyarakat karena mengganggu industri tekstil dalam negeri. Meski demikian, pedagang di pasar itu menolak larangan tersebut karena dinilai merugikan pedagang dan hilangnya pendapatan mereka.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Penjual pakaian bekas impor beraktivitas di depan kiosnya di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di masyarakat karena mengganggu industri tekstil dalam negeri. Meski demikian, pedagang di pasar itu menolak larangan tersebut karena dinilai merugikan pedagang dan hilangnya pendapatan mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Larangan penjualan baju bekas impor (thifting) yang terus digembar-gemborkan pemerintah pusat membuat sejumlah sentra thrifting tanah air kalang kabut, salah satunya Kota Bandung. Banyak pula yang menanyakan bagaimana nasib para pelaku usaha thrifting setelah adanya larangan ini. 

Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, Kota Bandung memang memiliki sejumlah pusat pakaian bekas impor. Namun dia mengaku tidak dapat mengintervensi regulasi yang telah ditetapkan pemerintah pusat. 

Baca Juga

“Tapi tergantung ya, karena ini kan bukan hanya melarang tapi bisa diarahkan juga agar mereka (pelaku thrifting) bisa memproduksi produk sendiri atau lainnya,” kata Yana, Sabtu (18/3/2023). 

Lebih lanjut, Asisten Daerah (Asda) 2 Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung Erick M Ataurik memastikan bahwa Pemkot Bandung akan berupaya menyelamatkan para pelaku usaha thrifting. Menurutnya, kondisi perekonomian Kota Bandung yang belum sepenuhnya penuh pasca pandemi Covid-19, sehingga diperlukan jalan tengah yang bijak agar tidak akan ada pelaku usaha yang kehilangan mata pencaharian akibat regulasi ini.