REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terus bekerja sama dengan PPATK dalam mengusut dugaan transaksi mencurigakan hingga Rp 349 triliun. Sri menyinggung adanya transaksi mencurigakan hingga Rp 189 triliun dari satu laporan PPATK.
Sri memerinci satu surat yang sangat menonjol dari PPATK adalah surat nomor 205/PR.01/2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020. Pada saat itu, Indonesia masih mengalami pandemi Covid-19.
"Satu surat ini saja menyebutkan transaksi sebesar 189 triliun. Bayangkan ya tadi total (transaksi mencurigakan) saja 349," kata Sri kepada wartawan di Kemenkopolhukam pada Senin (20/3).
Sri mengatakan Kemenkeu langsung menindaklanjuti surat dari PPATK itu lewat kantor Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Kecurigaan ini didasari besarnya angka transaksi.
"Disebutkan PPATK ada 15 individu dan entititas itu perusahaan dan nama orang yang tersangkut 189 triliun tersebut," ujar Sri.
Sri juga menjelaskan 15 entitas itu melakukan ekspor dan impor emas batangan, perhiasan, kegiatan money changer dan lainnya. Kegiatan mencurigakan ini lantas didalami Kemenkeu dan PPATK.
"Dari transaksi itu kemudian dilakukan penelitian dan pembahasan bersama PPATK. Ini kejadian 2020 sudah ada follow up-nya," ujar Sri.
Di antara 15 entitas ini ada individu berinisial SB dengan catatan omset 8,247 triliun. Kecurigaan atas SB lalu ditelusuri Ditjen Pajak hingga menemukan jawaban.
"Dirjen Pajak panggil yang bersangkutan muncul modus bahwa tadi SB gunakan nomor akun lima orang karyawannya, termasuk kalau bicara transaksi ini money changer," ucap Sri.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan adanya transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terbukanya kesempatan agar transaksi itu diproses hukum. Mahfud menyebut dirinya, Menkeu Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sudah sepaham soal transaksi janggal itu.
Ia memastikan Kemenkeu menindaklanjuti laporan hasil analisa (LHA) dari PPATK. Apalagi kalau diduga termasuk praktik pencucian uang yang melibatkan internal maupun eksternal Kemenkeu.
"Apabila nanti dari laporan pencucian uang itu ditemukan alat bukti terjadinya tindak pidana, maka LHA tersebut akan ditindaklanjuti dengan proses hukum oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (20/3/2023).
Mahfud menegaskan transaksi janggal ini berkelindan dengan dugaan praktek pencucian uang. Untuk sementara ini. ia mengimbau masyarakat tak berasumsi negatif mengenai praktik korupsi di Kemenkeu
"Mungkin saja nanti diserahkan ke aparat penegak hukum lainnya penyidik lainnya, yaitu polisi, jaksa, atau KPK," ujar Mahfud.