REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kenaikan harga beras sejak September 2022 tak sejalan dengan kondisi pasokan beras yang surplus. Anomali harga ini perlu mendapatkan pengawasan di lapangan apalagi jelang Ramadhan.
Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala menjelaskan, pada Maret produksi beras surplus 2,6 juta ton. Sedangkan di April surplus 800 ton. Kata dia, dengan kondisi harga beras yang naik saat ini sangat dipengaruhi oleh biaya produksi beras.
"Dari pengawasan, kenaikan perlu diwaspadai dan diantisipasi pada komoditas beras premium dan beras medium karena komoditas tersebut merupakan salah satu bahan baku utama untuk memproduksi produk penting lainnya," ujar Mulyawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/3/2023).
Ia menilai pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk memastikan stok beras bagi masyarakat dan juga menstabilkan harga. Dari koordinasi yang dilaksanakan dengan pemerintah, berbagai kelangkaan barang tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor cuaca dan hama, kenaikan permintaan menjelang hari besar keagamaan, pengurangan subsidi biaya produksi, atau adanya peremajaan tanaman pangan.
Jelang Ramadhan tahun ini KPPU akan memfokuskan pada sisi penawaran komoditas atau supply push. Apabila terdapat indikasi gangguan stok pangan karena praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat KPPU dapat melakukan penegakan hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
"KPPU juga secara aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, serta Pemerintah Daerah, untuk memperkuat pengawasan," ujar Mulyawan.