REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Ummat, Ridho Rahmadi, meminta larangan buka bersama (bukber) yang dikeluarkan Presiden Jokowi dibatalkan. Ia merasa, larangan itu membuktikan Presiden Jokowi tidak paham anatomi psikologi umat Islam Indonesia secara umum.
Larangan turut menunjukkan ketidakpahaman Presiden Jokowi atas anatomi psikologi pejabat-pejabat pemerintah, khususnya yang mayoritas Muslim. Ridho menerangkan, bagi umat Islam buka puasa Ramadhan bukanlah sekadar membatalkan puasa bersama.
"Pertama, buka bersama adalah ekspresi kerinduan dan keinginan akan persatuan, sebuah fitrah yang melekat dalam ruang kesadaran umat Islam dan pada momen bulan Ramadhan kerinduan tersebut dapat tercicil," kata Ridho kepada Republika, Jumat (24/3/2023).
Kedua, kalau beralasan karena Covid-19, maka ini jelas alasan yang terlampau dibuat-buat. Sebagian besar pemerintah sudah vaksin hingga tiga kali, bahkan sebagian sudah mendapat imun secara alamiah atau sudah pernah terkena Covid-19.
Ridho berpendapat, kalaupun memang ingin mencegah keramaian, maka mal-mal atau pertokoan-pertokoan lebih tepat untuk diperhatikan ketimbang buka bersama. Ia melihat, keputusan yang aneh ini membuat sebagian mencari rasional sebaliknya.
"Kita khawatir, islamofobia telah demikian melembaga dalam tubuh pemerintah dari negeri yang mayoritas Muslim ini," ujar Ridho.
Kalau ini benar dan terus dilembagakan dalam berbagai bentuk putusan pemerintah, Ridho mengaku khawatir dengan potensi gejolak yang akan muncul. Ia menekankan, pemerintah masih ada waktu menunjukkan iktikad baik, terutama kepada umat Islam.
"Pemerintah masih mempunyai waktu untuk menunjukkan good will dan good intent kepada umat Islam Indonesia dengan menarik atau membatalkan putusan tersebut. Masyarakat menunggu, bola ada di tangan pemerintah," kata Ridho.
Sebelumnya, Presiden Jokowi lewat Surat Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 yang ditandatangani Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, melarang pejabat-pejabat menggelar buka puasa bersama. Surat ini tentu menuai kontroversi publik.
Apalagi, alasan pelarangan karena penanganan Covid-19 menuju endemi. Surat ditujukan ke menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, kepala badan/lembaga. Serta, kepada Gubernur, Bupati dan Walikota.