REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas (Dewas) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berhasil mengungkap kasus besar atau yang diberi istilah 'the big fish'. Menurut Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), hal ini terjadi lantaran lembaga antirasuah tersebut lebih fokus melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
"KPK hanya fokus tentang OTT, pasal yang diterapkan Pasal 5 tentang Suap, Pasal 11 Gratifikasi dan Pasal 12 juga Penerimaan Hadiah dan juga Pemerasan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (27/3/2023).
Boyamin mengatakan, kasus dari OTT biasanya berkaitan dengan penerimaan suap atau gratifikasi. Menurut dia, proses hukum yang dilakukan cenderung mudah lantaran KPK hanya perlu membuat bukti.
"Jadi, mau mengincar orang kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi adanya suap. Jadi ini sesuatu yang (istilahnya) membuat bukti, jadi gampang," ujar Boyamin.
Namun, Boyamin menjelaskan, ada perbedaan antara KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menyebut, Korps Adhyaksa lebih fokus pada penanganan perkara dengan penerapan pasal kerugian negara.
"Nah, Kejaksaan Agung bedanya adalah selalu berkontribusi atau berkutat di Pasal 2 dan Pasal 3 (tentang kerugian negara dalam) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan segala perubahannya," ungkap dia.
Boyamin menegaskan, pencarian bukti dalam penerapan dua pasal ini lebih sulit dibandingkan dengan kasus suap. Sebab, jelas dia, Kejaksaan Agung harus mencari perbuatan melawan hukum yang sudah terjadi sebelumnya.
"Kalau Pasal 2 dan Pasal 3 ini adalah mencari bukti dan menemukan bukti, karena apa? Korupsinya sudah terjadi, bisa jadi lima tahun yang lalu, 12 tahun yang lalu, setahun yang lalu, peristiwanya sudah terjadi, dan kemudian harus menemukan dan mencari alat bukti," jelas dia.
"Jadi, otomatis dengan demikian, ketika Kejaksaan Agung itu fokus dan konsentrasi di situ maka lama lama dia akan pasti menemukan ikan besar, dan itu terbukti," tambah Boyamin menjelaskan.
Sebelumnya, Dewas menilai, kinerja KPK hingga kini masih sesuai jalur atau on the track. Namun, pengungkapan kasus- kasus rasuah yang besar atau dikenal dengan istilah 'the big fish' jumlahnya cenderung sedikit.
"Sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu 'the big fish'. Itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dalam video yang diunggah dalam kanal YouTube KPK RI, Senin (27/3/2023).
Tumpak mengatakan, sebagian besar kasus yang ditangani oleh KPK merupakan tindak pidana suap terhadap pejabat atau penyelenggara negara. Meskipun lembaga antirasuah ini juga dinilai berhasil menjalankan kedeputian di bidang pencegahan dan penindakan korupsi.
"Kita lebih banyak kasus-kasus yang sifatnya OTT (operasi tangkap tangan), yaitu dalam rangka penyuapan-penyuapan aparatur penyelenggara negara, kita lebih banyak fokusnya ke situ," ungkap Tumpak.
Ia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab kurang berhasilnya KPK mengungkap kasus besar. Akan tetapi, dia berharap agar KPK kedepannya dapat mengungkap kasus korupsi yang lebih besar. Sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi bisa terus terjaga.
"Harapan saya sebetulnya kita harus beranilah mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat manfaatnya," ujar Tumpak.