REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) berencana melakukan impor KRL bekas Jepang dengan alasan rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, rencana tersebut banyak mendapatkan penolakan dari legislator-legislator di DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR RI, Budhy Setiawan, mempertanyakan rencana tersebut. Ia menilai, rencana mengimpor kereta bekas bertentangan usaha pemerintah yang ingin menekan impor. Budhy turut menyoroti sensitivitas anak perusahaan PT KAI itu.
"Pemerintah saat ini sedang perlu menjalin sinergitas BUMN, kemudian pemerintah sedang perlu untuk menekan belanja impor," kata Budhy, Rabu (29/3/2023).
Budhy mengingatkan, sebelumnya terdapat kasus tindak pidana korupsi yang terjadi dalam proyek pengangkutan 60 unit KRL bekas dari Jepang pada 2006-2007. Yang mana, saat itu melibatkan Ditjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan (Dephub).
Hasilnya, eks Dirjen Soemino Eko Saputro mendapat hukuman tiga tahun penjara atas kasus korupsi yang terjadi dalam proses pengiriman. Menurut Budhy, kasus itu seharusnya jadi pembelajaran agar Indonesia tidak mengimpor kereta bekas.
Apalagi, rencana itu terkesan mendadak yang membuatnya menjadi polemik saat ini. Padahal, ia mengingatkan, dari sudut pandang tanggung jawab Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki PT INKA yang merupakan BUMN bidang manufaktur kereta.
"BUMN ini wajib memenuhi peraturan yang telah ditetapkan, kok melobi peraturan untuk bisa dibuka kembali keran impor, sudah tahu keputusannya itu disetop," ujar Budhy.
Senada, Anggota Komisi VI DPR RI, Endro Suswantoro Yahman, turut menolak rencana mengimpor kereta bekas sebagai pengganti 10 KRL yang masuk masa pensiun itu. Ia menilai, itu tidak akan terjadi jika PT KCI memiliki rencana bisnis yang baik.
Maka itu, Endro menekankan, persoalan impor kereta bekas tidak lagi dijadikan kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah. Ia berpendapat, rencana bisnis yang lebih baik akan membuat Indonesia bisa menanggulangi atau memproduksi sendiri.
"Karena ini menyangkut teknologi tinggi dan padat modal. Ini perlu perencanaan yang baik," kata Endro.
Ia menyarankan, Indonesia perlu melakukan rekonstruksi ulang bisnis industri kereta api yang ada. Sebab, Indonesia sendiri melalui PT INKA dinilai memiliki industri manufaktur sarana kereta api terbesar dan terbaik di Asia Tenggara.
"Industri kereta api memang harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, dan ini kami memahami Menteri Perindustrian (Menperin) pun keberatan untuk impor," ujar Endro.
Terkait kemampuan PT INKA, ia berpendapat, sebenarnya tidak sulit bagi Indonesia untuk bisa mandiri dengan memproduksi kereta api sendiri. Utamanya, jika ada sinergi antara BUMN-BUMN untuk bisa menciptakan kereta api sendiri.
Sebab, produk-produk INKA memang tidak semuanya berasal dari produksi sendiri seperti sinyal dari PT LEN, rem dari PT Pindad, bogie dari PT Barata atau baja dari Krakatau Steel. Artinya, INKA bisa dioptimalkan jadi industri perakitan.
"Jangan sampai nanti kita terjebak membeli barang rongsokan, ini harus jelas. Betul dia (kereta) itu masih beroperasi di Jepang, tapi sudah berapa lama umurnya, saya minta running test-nya ini betul-betul dijalankan," kata Endro.