Jumat 31 Mar 2023 19:40 WIB

Mengapa Musim Hujan Tahun Ini Diprediksi Lebih Lama?

Penyebab musim hujan lebih lama adalah fenomena La Nina.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Natalia Endah Hapsari
Fenomena La Nina kali ini disebut
Foto: Flickr
Fenomena La Nina kali ini disebut "triple-dip" 2020 hingga 2023 karena terjadi tiga tahun beruntun. Fenomena ini menjadi ancaman bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Musim hujan tahun lalu dan tahun ini diprediksi lebih lama dari biasanya. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal itu?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui buku "Prakiraan Musim Hujan 2022/23 di Indonesia" telah memperkirakan sejak awal September 2022 lalu, bahwa puncak musim penghujan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023.

Baca Juga

Dikutip dari website resmi BMKG penyebab musim hujan lebih lama adalah fenomena La Nina. Fenomena La Nina kali ini disebut "triple-dip" 2020 hingga 2023 karena terjadi tiga tahun beruntun.

Fenomena ini menjadi ancaman bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Fenomena tersebut sebelumnya pernah terjadi dari 1973 -1975 serta 1998-2001. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap pola cuaca, iklim di Indonesia. Salah satunya menyebabkan sebagian wilayah Indonesia mengalami musim hujan lebih awal.

La Nina sendiri adalah fenomena mendinginnya suhu permukaan laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya. Di sisi lain, pendinginan SML di Samudra Pasifik tersebut diikuti oleh menghangatnya SML di perairan Indonesia sehingga menggiatkan pertumbuhan awan awan hujan dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Fenomena ini sudah dimulai pada pertengahan 2020 dan diprediksi akan tetap berlangsung hingga akhir tahun 2022 dan kemungkinan berlanjut hingga awal tahun 2023, sehingga dinamai "Triple Dip".

"Triple Dip La Nina adalah fenomena unik. Masyarakat dan pemerintah pusat hingga daerah perlu mewaspadai terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, bandang, angin kencang, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan lain sebagainya," ujar Dwikorita dalam siaran pers yang tertera disitus tersebut.

Pola cuaca La Nina adalah salah satu dari tiga fase El Nino Southern Oscillation (ENSO). Ini mengacu pada suhu permukaan laut dan arah angin di Pasifik dan dapat beralih antara fase hangat yang disebut El Nino, fase yang lebih dingin dengan sebutan La Nina, dan fase netral.

Fenomena La Nina membawa dampak peningkatan curah hujan di banyak tempat di Indonesia, meski sebenarnya dampak La Nina tidak pernah sama karena dipengaruhi faktor lainnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement