Senin 03 Apr 2023 09:05 WIB

Kebijakan Ekonomi yang Sinergis, Indonesia Sanggup Redam Ancaman Inflasi

Bauran kebijakan yang diterapkan Kemenkeu dan BI efektif menjaga tingkat inflasi.

Silicon Valley Bank in Santa Clara, Kalifornia, Amerika Serikat. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Jeff Chiu
Silicon Valley Bank in Santa Clara, Kalifornia, Amerika Serikat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perekonomian domestik diyakini tumbuh solid dan sehat, jauh dari ancaman krisis. Hal ini dinilai berkat kebijakan ekonomi yang sinergis dari pemerintah dan regulator dalam merespon tantangan makroekonomi global yang sangat dinamis.

Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady, mengatakan gejolak sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa tidak lepas dari kondisi global saat ini, terutama inflasi yang tinggi menekan negara-negara maju. Akibatnya bank sentral mengerek suku bunga untuk memerangi inflasi.

"Kalau saya katakan, saat ini secara riil perekonomian nasional sangat sehat. Lebih jauh, kita harus mengapresiasi kinerja tim ekonomi baik Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) maupun Bank Indonesia serta lembaga lainnya yang mampu bersinergi," kata John melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (3/4/2023).

Walau demikian, dia mengungkapkan alarm kewaspadaan harus tetap dinyalakan. Apalagi, saat ini masyarakat dunia memang benar-benar khawatir terhadap imbas inflasi tersebut.

Bahkan, mengutip Data Indonesia yang merujuk hasil survei Ipsos pada akhir Maret lalu, inflasi menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat dunia. Terutama oleh masyarakat di 12 negara yang mengalami gejolak harga seperti Prancis, Jerman, Britania Raya, Polandia, Turki, hingga Amerika Serikat.

"Nah, saat ini gejolak harga juga berhasil diredam oleh berbagai kebijakan pemerintah. Ini sangat bagus," kata John.

Di sisi lain, saat The Fed dan Bank Sentral Eropa berjibaku mengerek bunga hingga membuat sejumlah bank berjatuhan, kondisi inflasi di Indonesia justru masih tetap terjaga. "Jadi memang itu yang sedang terjadi dan semua krisis yang kita hadapi 9 bulan terakhir ini, akar masalahnya inflasi. Sewaktu pasokan uang seolah disedot bank sentral, baru terlihat ada korban dari likuiditas, maka jatuhlah Silicon Valley Bank," kata John.

Dia mempercayai bauran kebijakan yang diterapkan Kementerian Keuangan hingga langkah Bank Indonesia dalam stabilisasi moneter masih efektif menjaga tingkat inflasi. Bahkan, Indonesia sukses menjaga tingkat inflasi 3 persen.

Hal itu, jelasnya, tercermin dengan penerapan kebijakan bunga acuan BI yang selalu menyasar pengendalian inflasi inti. Saat ini, dengan tingkat bunga acuan 5,75 persen, BI menargetkan inflasi inti dan IHK sesuai target.

Secara keseluruhan, John menilai perekonomian nasional saat ini sangat solid, sehingga memungkinkan untuk mencapai target pertumbuhan di kisaran 5 persen pada 2023. Sebagai catatan positif lainnya, selama satu dekade, Indonesia juga keluar dari zona ekonomi rentan.

Sebelumnya, ancaman inflasi juga disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurutnya, kelarnya pandemi memang disertai potensi inflasi yang menghantam perekonomian negara maju.

Menkeu menilai kebijakan bank sentral negara-negara maju memang bisa ampuh meredam gejolak inflasi yang tinggi. Namun sebaliknya, hal itu pun sangat berisiko bagi sektor keuangan, terutama dalam hal penggalangan dana obligasi.

Walau demikian, Menkeu meyakinkan bahwa seluruh otoritas di Tanah Air selalu sigap merespons perkembangan global tersebut. "Pandemi bukan lagi risiko, yang harus diwaspadai adalah risiko inflasi," ungkapnya beberapa waktu lalu.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement