REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kasus kematian mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI), Akseyna Ahad Dori yang terjadi pada 2015, sudah sewindu berlalu. Sayangnya, hingga kini, misteri kematian tersebut belum juga terungkap penyebabnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Melki Sedek Huang menilai, pihak rektorat UI belum memberikan dorongan serius untuk mengungkap kasus tewasnya Akseyna. Sebagai kampus ternama dengan sumber saya yang cukup, sambung dia, kampus UI sebaiknya berjuang bersama mahasiswa untuk mendesak pengungkapan kasus tersebut.
"Kampus pertama harus membentuk tim untuk kemudian membantu keluarga korban agar bisa mendapatkan hak-haknya dengan baik, entah berupa tim khusus dan sebagainya. Tapi tim ini harus punya tupoksi untuk mendorong pihak terkait agar segera memberikan kejelasan ataupun membantu proses pendampingan keluarga korban yang selama ini berjuang sendirian," jelas Melki kepada Republika.co.id di Kota Depok, Senin (3/4/2023).
Dia menyebut, kampus juga wajib menunjukkan kepeduliannya terkait kasus tersebut. Hal itu bisa dimulai dengan membuat pernyataan dukungan UI untuk keluarga korban. "Sekadar sampaikan statement kepada publik bahwa bersolidaritas akan penderitaan korban dan bersiap untuk turut memperjuangkan bersama kami para mahasiswa," kata Melki.
Baca: Baca: Tujuh Tahun Berlalu, Mari Bantu Polisi Ungkap Kasus Akseyna
Menurut Melki, UI tidak bisa berdiam saja melihat kasus kematian mahasiswanya yang masih menyisakan misteri selama delapan tahun. Sementara, di sisi lain, keluarga korban terus berjuang sendiri untuk memperoleh keadilan. Dia berharap agar kepolisian dan UI serius untuk mendorong pengungkapan kasus Akseyna.
Posisinya adalah kampus mau membantu mengungkap insiden itu dan polisi terus melanjutkan pengusutan kasusnya. "Jangan jadikan kasus Akseyna ini jadi bola panas yang amat sangat liar bagi kepolisian dan juga UI. Kepolisian bilang UI tidak mau buka pintu, tidak kooperatif, tapi UI mengatakan ini sepenuhnya kewenangan kepolisian," ujar Melki.
Dalam unggahan terbarunya di Instagram dan Twitter, BEM UI menjelaskan kasus itu bermula pada 26 Maret 2015, saat jenazah seseorang ditemukan di Danau Kenanga, Universitas Indonesia. Jenazah tersebut diidentifikasi sebagai Akseyna Ahad Dori (Ace), mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Pada 30 Maret 2015, polisi menduga Ace tewas karena bunuh diri. Saat ditemukan, Ace mengenakan tas ransel yang berisi batu seberat 14 kilogram. Selain itu, ditemukan juga surat wasiat yang dititipkan oleh teman Ace sehingga menguatkan dugaan sebelumnya.
Namun, hasil autopsi membantah dugaan polisi. Hasil autopsi yang keluar tanggal 14 April 2015 menyatakan bahwa ditemukan luka lebam pada tubuh Ace yang disebabkan oleh benda tumpul. Dalam paru-paru Ace juga ditemukan pasir dan air yang mengindikasikan Ace masih bernafas ketika ditenggelamkan. Selain itu, pada 22 Mei 2015, Deborah Dewi, seorang ahli Grafolog dari American Handwriting Analysis, menyatakan bahwa surat wasiat yang ditemukan bukan ditulis oleh Ace. Akhirnya, pada 28 Mei 2015, Polda Metro Jaya dan Polres Depok mengumumkan secara resmi pada publik jika kasus Ace adalah kasus pembunuhan. Alkhaledi Kurnialam