Selasa 04 Apr 2023 16:41 WIB

Koalisi Kecewa DKPP Tidak Ungkap Dalang Manipulasi Data Partai 

Koalisi sipil kecewa DKPP tidak mengungkap dalang manipulasi data partai.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Perwakilan Koalisi Kawal Pemilu Bersih sekalgus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay ketika diwawancarai awak media usai menghadiri sidang pembacaan putusan perkara dugaan manipulasi data partai politik di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023). Koalisi sipil kecewa DKPP tidak mengungkap dalang manipulasi data partai.
Foto: Republika/Febryan A
Perwakilan Koalisi Kawal Pemilu Bersih sekalgus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay ketika diwawancarai awak media usai menghadiri sidang pembacaan putusan perkara dugaan manipulasi data partai politik di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023). Koalisi sipil kecewa DKPP tidak mengungkap dalang manipulasi data partai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Kawal Pemilu Bersih mengaku kecewa dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perkara pengubahan data partai politik di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Sebab, DKPP tidak mengusut siapa pelaku utama atau dalang yang mengatur praktik manipulasi data keanggotaan partai itu. 

Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay mengatakan, DKPP hanya menjatuhkan sanksi kepada enam penyelenggara pemilu di Sulut. Padahal, kata dia, perintah mengubah data itu datang dari pihak KPU RI. 

Baca Juga

"Menurut saya sudah terjadi kecurangan, tapi sayangnya DKPP tidak menggali lebih jauh siapa sebenarnya otak yang memerintahkan dan apa sebenarnya peran mereka," kata Hadar kepada wartawan di Kantor DKPP, Jakarta, dikutip Selasa (4/4/2023). 

Selain soal pelaku utama, lanjut Hadar, pihaknya juga kecewa karena DKPP hanya berfokus pada persoalan prosedur sehingga mengabaikan substansi kasusnya.

Menurutnya, DKPP hanya menyatakan enam penyelenggara pemilu di Sulut bertindak tidak profesional karena melanggar prosedur ketika mengubah data hasil verifikasi faktual partai politik.

DKPP tidak mendalami persoalan sesungguhnya bahwa telah terjadi praktik manipulasi data keanggotaan partai untuk meloloskan partai politik tertentu sebagai peserta Pemilu 2024. 

"Padahal yang terjadi adalah mengubah data. Jadi, substansinya ada data keanggotaan partai politik yang tidak memenuhi syarat (TMS) diubah menjadi memenuhi syarat (MS). DKPP tidak mempersoalkan hal itu," kata mantan komisioner KPU RI itu. 

Selain tak mendalam, lanjut Hadar, DKPP juga tidak meluas. Menurutnya, DKPP hanya terfokus melihat kasus yang terjadi di Kepulauan Sangihe. Padahal, perubahan data keanggotaan partai politik terjadi secara masif di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara (Sulut).

Hadar mendasarkan argumentasinya ini pada kesaksian Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sulut, Yessy Momongan dalam sidang pemeriksaan DKPP beberapa waktu lalu. 

DKPP menggelar sidang putusan atas perkara dugaan manipulasi data partai politik itu di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023). DKPP memutuskan enam penyelenggara pemilu daerah melanggar prosedur ketika mengubah data keanggotaan Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Kepulauan Sangihe. 

Mereka dinyatakan melanggar kode etik sehingga dijatuhi sanksi. Sanksi pemecatan dijatuhkan kepada Jelly Kantu yang merupakan admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU Kepulauan Sangihe. 

Sanksi peringatan dijatuhkan kepada Sekretaris KPU Sulut, Lucky Firnando Majanto; dan Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sulut, Carles Y Worotitjan. 

Sanksi peringatan keras dijatuhkan kepada Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Elysee Philby Sinadia; Anggota KPU Kepulauan Sangihe, Tomy Mamuaya; dan Anggota KPU Kepulauan Sangihe, Iklam Patonaung.

Sebagai catatan, pembuat aduan perkara ini adalah Anggota KPU Kepulauan Sangihe, Jeck Stephen Seba. Selama perkara ini berproses, Jeck didampingi Koalisi Kawal Pemilu Bersih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement