Rabu 05 Apr 2023 16:46 WIB

Sultan HB X Tegaskan THR tak Boleh Dicicil

Sudah ada aturan terkait pembayaran THR.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) harus dibayarkan tepat waktu yalni paling lambat H-7 Lebaran Idul Fitri. Sultan pun meminta perusahaan untuk tidak mencicil THR.

Sultan mengatakan bahwa saat ini tidak ada alasan bagi pengusaha untuk memberikan THR yang tidak utuh dan tidak tepat waktu. Pasalnya, saat ini hampir semua industri sudah mulai bangkit dan kembali normal usai pandemi Covid-19.

"Saya berharap teman-teman pengusaha memberikan THR seperti yang telah disampaikan pemerintah. Dalam arti, kebijakannya itu harus dilakukan dengan utuh dan tidak boleh dicicil. Harus dilakukan dengan utuh dan tidak boleh dibayar belakangan," kata Sultan di Komplek Kepatihan, Kota Yogyakarta, Rabu (5/4/2023).

Sultan menjelaskan bahwa sudah ada aturan terkait pembayaran THR yakni Surat Edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam SE tersebut, pemberian THR keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Sesuai dengan kalender, H-7 Lebaran jatuh pada tanggal 15 April 2023. Artinya, batas maksimal pemberian THR yakni pada tanggal tersebut.

Lebih lanjut, Sultan juga menyebut bahwa dalam tiga tahun terakhir, sebagian perusahaan telah mendapat keringanan untuk mencicil THR bagi karyawannya. Untuk itu, di tahun ini diharapkan seluruh perusahaan membayarkan THR karyawannya sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan.

“Saya mohon teman-teman (pengusaha) bisa melaksanakan itu dengan sebaik-baiknya," ujar Sultan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement