REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengatakan berencana menawarkan negara-negara sahabat bantuan keuangan untuk membantu meningkatkan pertahanan mereka. Langkah paling jelas keluarnya Negeri Sakura dari peraturan yang melarang bantuan internasional untuk tujuan pertahanan.
Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno mengatakan Bantuan Keamanan Luar Negeri (OSA) Jepang akan beroperasi terpisah dari program Bantuan Pembangunan Luar Negeri (ODA). Selama puluhan tahun ODA sudah membantu membangun jalan, bendungan dan proyek-proyek infrastruktur sipil lainnya.
"Dengan memperkuat keamanan dan kemampuan pencegahan mereka, tujuan OSA untuk memperdalam kerja sama keamanan dengan negara-negara lain, untuk menciptakan lingkungan aman yang diinginkan Jepang," kata Kementerian Luar Negeri Jepang dalam pernyataannya, Rabu (5/4/2023).
Berdasarkan pernyataan tersebut bantuan tidak akan digunakan untuk membeli senjata mematikan bagi negara yang sedang berperang dengan negara lain. Sesuai dengan tiga prinsip ekspor senjata pemerintah.
Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan proyek-proyek spesifik diperkirakan seperti satelit komunikasi dan sistem radio untuk pengawasan maritim. Persiapan bantuan pertama akan difinalisasi pada tahun fiskal ini.
Sumber pemerintah yang terlibat dalam pembahasan mengenai bantuan pertahanan ini mengatakan Filipina dan Bangladesh tampaknya masuk negara penerima pertama bantuan pertahanan Jepang.
Surat kabar Yomiuri melaporkan Jepang mempertimbangkan memberikan radar pada Filipina untuk mengawasi aktivitas Cina di Laut Cina Selatan. Fiji dan Malaysia juga dipertimbangkan untuk menjadi negara penerima bantuan.
Kementerian Luar Negeri mengatakan pada prinsipnya hanya negara-nega berkembang yang akan memiliki syarat untuk menerima bantuan yang dianggap sebagai hibah.
Keputusan untuk memperluas cakupan bantuan internasional ke bidang militer disampaikan setelah pada bulan Desember lalu Jepang mengumumkan akan melipatgandakan anggaran pertahanannya dalam lima tahun ke depan. Langkah ini dianggap sebagai upaya melawan balik menguatnya pengaruh militer Cina di Asia.
Stasiun televisi TBS melaporkan perombakan strategi militer mendorong momentum untuk melonggarkan larangan ekspor senjata Jepang. Koalisi berkuasa mulai menggelar diskusi tingkat kerja pada akhir April mendatang untuk melonggarkan pembatasan ekspor senjata.
Jepang juga memperluas jangkauannya ke negara-negara berkembang untuk melawan pengaruh Cina. Pada bulan Maret lalu Perdana Menteri Fumio Kishida mengumumkan investasi sebesar 75 miliar dolar untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara dan Selatan.