REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kain ramah lingkungan atau biodegradable saat ini semakin menjadi tren di dunia mode Indonesia. Bahan ini didasarkan pada polyester yang dapat terurai secara hayati karena penambahan biokatalis pada benang saat diproduksi.
Menurut desainer Indonesia, Jenahara Nasution, saat produk biodegradable masuk ke laut saja, maka itu akan terurai dengan sendirinya. Tren ini hadir karena konsumsi terhadap dunia mode cukup tinggi.
“Segitu amannya bahan ini dan tren ini hadir sejak fashion jadi polusi terbesar nomor dua, akhirnya banyak yang melihat ini,” kata Jenahara di Jakarta.
Jenahara menyebut boleh jadi ada yang menganggap tren ini sebagai gimmick. Tetapi bagi dia, pelaku industri mode memang punya tanggung jawab, mulai dari hal terkecil sekalipun.
Konsep berkelanjutan dunia mode kerap digaungkan dan semakin banyak diadaptasi pada karya-karya desainer. Ini menjadi satu konsep kecintaan pada lingkungan yang diwujudkan, bukan hanya dalam kegiatan praktik hidup berkelanjutan saja, tetapi juga dari cara berpakaian.
Konsep ini dapat mengurangi dampak buruk pada lingkungan dan proses produksi pakaian itu sendiri. Tentu jika semakin banyak dilakukan, dampaknya akan lebih baik untuk bumi yang kita tinggali.
“Aku nggak bilang fashion sustainability kayak gimmick tapi ini cara kecil melakukan perubahan dan kalau bisa dilakukan banyak orang pasti bagus juga,” ungkap Jenahara.
Jenahara menambahkan ciri-ciri pakaian yang menggunakan bahan serat alami dan ramah lingkungan, sebenarnya dapat dilihat dari sertifikasi. Carilah produk yang punya sertifikasi biodegradable, yang biasanya dapat dilihat pada bahan itu sendiri. “Harusnya kalau menggunakan bahan alami, yang mudah terurai, ada sertifikasi yang ditempel di bahannya,” kata dia menambahkan.