Selasa 18 Apr 2023 23:01 WIB

Tradisi Masyarakat ASEAN Nyalakan Lampu Pelita di Penghujung Ramadhan

Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 bertema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".

Sejumlah warga membawa obor saat takbir keliling di kawasan Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, Sabtu (9/7/2022). Pawai obor mengitari kampung pada malam takbiran tersebut dilakukan guna menyambut hari raya Idul Adha 1433 Hijriyah.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio
Sejumlah warga membawa obor saat takbir keliling di kawasan Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, Sabtu (9/7/2022). Pawai obor mengitari kampung pada malam takbiran tersebut dilakukan guna menyambut hari raya Idul Adha 1433 Hijriyah.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Masyarakat di Malaysia maupun di Indonesia memiliki tradisi yang serupa, yakni menyalakan lampu pelita atau obor mendekati penghujung bulan suci Ramadhan.

Warga negara Indonesia asal Sumatera Barat, Wiffy Zalina Putri, di Kuala Lumpur, Selasa, mengatakan sudah mulai melihat beberapa rumah di sekitar tempat tinggalnya menyalakan lampu pelita.

Baca Juga

"ni sudah banyak sih orang pasang lampu pelita, karena sudah mau dekat Lebaran,"katanya, yang mengaku tidak mengetahui pasti makna pasti pemasangan lampu tersebut, hanya tahu terpasangnya lampu pelita berarti sudah mendekati Idul Fitri.

Menurut Wiffy yang akrab disapa Fifi itu, memasang lampu pelita yang tebuat dari bambu dan berbahan bakar minyak tanah, lalu menancapkannya di tanah yang menempel dengan pagar rumah menjadi tradisi yang biasa dilakukan sejumlah masyarakat di Malaysia menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Fifi yang hampir menyelesaikan kuliahnya di salah satu universitas di Kuala Lumpur memang tinggal di Malaysia sejak kelas 5 SD. Dirinya mengingat betul tradisi yang dilakukan di rumah saudara-saudaranya di Malaysia, yang membuat lampu pelita dan ditaruh di depan rumah saat Ramadhan.

Kampung Baru dan Keramat merupakan kawasan permukiman masyarakat Melayu terbesar di pusat kota Kuala Lumpur. Tradisi memasang lampu pelita masih dapat ditemui menjelang Lebaran tiba di daerah tersebut.

Biasanya memang rumah tapak yang memasang lampu pelita, kalau apartemen mungkin sudah diganti dengan lampu kerlap-kerlip, ujar dia.

"Kemarin Fifi keliling kampung sini sudah banyak yang pasang (lampu pelita) juga. Sabtu (15/4) kemarin," kata perempuan yang tinggal di perkampungan Sungai Buloh, Selangor itu.

Tradisi masyarakat Melayu tersebut ternyata tidak hanya dilakukan di Malaysia saja. Masyarakat Melayu di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau hingga saat ini juga menjalankan tradisi yang sama, memasang lampu pelita di sekeliling rumah dan puncaknya dilakukan pada malam ke-27 Ramadhan.

Salah seorang warga asli Lingga, Rumawi, mengatakan warga Lingga biasanya memenuhi gerbang rumahnya dengan lampu pelita, bahkan mereka memasangnya sampai ke pinggir jalan.

"Kalau di rumah-rumah biasanya orang pasang lampu pelita tuh minimal tujuh lampu kalau malam ke-27 ini. Kalau di Lingga dibilang malam 27 ni malam 7 Liko," ujar Rumawi yang biasa disapa Mawi.

"Insya Allah masih terjaga sampai sekarang," kata Mawi saat ditanya apakah tradisi tersebut memang masih dijalankan di Lingga.

Menurut Mawi, warga biasanya membuat lampu pelita dari bambu atau kaleng bekas susu atau minuman. Lalu menggunakan minyak tanah untuk menyalakannya.

"Lampu biasanya dinyalakan sampai malam takbiran. Tapi ada juga yang hanya sampai malam 27 saja," jelas dia.

Tradisi menyalakan lampu pelita yang dilakukan oleh masyarakat Lingga di Indonesia maupun masyarakat di Malaysia menjadi salah satu simbol persamaan tradisi yang dijalankan masyarakat ASEAN, khususnya saat bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Cara itu juga diharap dapat menjadi penyemangat bersama untuk mewujudkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia sebagaimana tema Keketuaan ASEAN Indonesia 2023, "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement