REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong pengelolaan sampah berbasis ibadah lewat masjid melalui Gerakan sedekah sampah Indonesia (Gradasi) yang disosialisasikan di Masjid Istiqlal Jakarta Pusat.
"Jadi ini adalah bagian dari jihad (perbuatan yang memperjuangkan kebaikan) minim sampah yang kami lakukan. MUI sudah berupaya mengatasi lewat kerja sama dengan masjid dan organisasi masyarakat (ormas) untuk mengatasi masalah sampah ini," kata Ketua MUI Dr KH M Sodikun di Jakarta.
Sodikun juga mengatakan, permasalahan sampah tidak mungkin selesai hanya oleh pemerintah. Karena Alquran juga melarang umat Islam membuang sampah sembarangan dan membuat kerusakan di alam semesta.
"Dalam hadis Nabi juga sudah dijelaskan, jangan berperilaku yang mendatangkan kemudharatan. Jadi ini adalah titik awal kita untuk tidak berhenti berjuang melawan sampah," kata Sodikun.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH SDA) MUI Hayu Prabowo menjelaskan, secara teknis MUI telah melakukan pelatihan di masjid-masjid yang menerima pengumpulan sampah. Kemudian dari masjid-masjid utama melebar pada masjid-masjid kecil di sekitarnya.
"Sekarang target kami akan melebarkan lagi pada seluruh masjid di bantaran sungai Ciliwung dan Cikeas, karena dari pengalaman kami, agar masjid bisa melakukan pengolahan sampah itu perlu ada pendamping, dan di sungai sudah punya lembaga nirlaba atau NGO, juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang itu, dan bisa menaungi masjid," kata Hayu.
Hayu juga mengatakan, masjid di bantaran sungai tentu akan terdampak langsung oleh sampah dan banjir. Jadi pihak-pihak masjid ini tentu akan termotivasi mengikuti gerakan ini.
"Pengalaman kami sudah dua tahun, ternyata untuk menggerakkan rumah ibadah dan masjid itu perlu ada kolaborasi semua pihak, baik itu motivasi pengurus, jamaah, maupun masyarakat sekitar. Di tahun kedua ini kami akan fokus pada bagaimana mengedukasi masjid-masjid di bantaran sungai," lanjut Hayu.
Hayu mengatakan, pelatihan terkait pengelolaan sampah ini sebetulnya tidak kompleks, hanya mengumpulkan sampah di rumah, dibawa ke masjid, kemudian dijual. Namun, kendala yang dihadapi adalah bagaimana mengangkut sampah yang sudah terkumpul, siapa yang mau mengumpulkan, dan bagaimana memotivasi jamaah.
"Kemudian ada titik balik, kalau bank sampah motivasinya finansial, itu kurang menarik bagi kalangan menengah ke atas, nah ketika kita ganti motivasinya menjadi ibadah mereka justru tertarik, di bulan Ramadhan ini juga jadi momen yang tepat bagi orang-orang untuk beramal," kata Hayu.
Hayu mengisahkan, beberapa masjid seperti Masjid Raya Bintaro Jaya dan Baitul Makmur Bekasi sudah sukses menyelenggarakan program serupa karena tidak hanya berhasil mengumpulkan sampah plastik saja, tetapi juga sampah baju atau fashion.
"Inti program ini mengumpulkan sampah, mengolah, dan digunakan kembali yang merupakan bagian dari co-economy dan social plastic. Karena orang luar negeri itu tidak mau mengambil sampah yang dikumpulkan dari pemulung karena dianggap mengeksploitasi orang, maunya sampah dikumpulkan secara tidak eksploitatif, salah satunya lewat Gradasi ini karena masyarakat secara sadar dan sukarela mengumpulkan sampah ke masjid," kata Hayu.