REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Cina mengerahkan angkatan lautnya untuk mengevakuasi warganya dari Sudan yang tengah dilanda konflik. Terdapat sekitar 1.500 warga Cina di Sudan.
“Baru-baru ini, situasi keamanan di Sudan terus memburuk,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Cina Tan Kefei, Kamis (27/4/2023).
Merespons situasi tersebut, Cina, kata Tan, mengerahkan angkatan lautnya ke Sudan pada Rabu (26/4/2023). Dia tak memerinci jumlah kapal yang dikirim ke negara Afrika Utara tersebut. Pada Rabu malam lalu, kepala urusan konsuler di Kementerian Luar Negeri Cina Wu Xi mengungkapkan, lebih dari 1.100 warga Cina, termasuk penduduk Hong Kong, telah dievakuasi. Beijing menyebut, terdapat sekitar 1.500 warganya yang berada di Sudan.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina Mao Ning pada Rabu lalu mengatakan, sebanyak hampir 800 warga Cina akan dievakuasi dari Sudan melalui jalur laut pada 25 hingga 27 April.
“Lebih dari 300 lainnya telah menuju negara tetangga Sudan melalui darat. Diplomat dari kedutaan dan konsulat kami di negara terkait siap menerima mereka di pelabuhan perbatasan dan akan membantu rekan kami melalui prosedur masuk dan bersiap untuk pemindahan mereka,” ucapnya Mao, dikutip laman resmi Kemenlu Cina.
Cina merupakan mitra dagang terbesar Sudan. Lebih dari 130 perusahaan Negeri Tirai Bambu berinvestasi di negara tersebut pada pertengahan 2022. Saat ini pertempuran masih berlangsung di beberapa daerah di Sudan. Padahal pihak yang bertikai, yakni kubu militer dan paramiliter bernama Rapid Support Forces (RSF), telah menyepakati gencatan senjata 72 jam yang mulai berlaku pada Selasa (25/4/2023).
Sejumlah warga Sudan melaporkan, serangan udara berat masih menghunjam wilayah timur ibu kota Khartoum pada Rabu lalu. Menurut Kementerian Kesehatan Sudan, pertempuran antara militer Sudan dan kelompok RSF telah menewaskan sedikitnya 512 orang dan melukai lebih dari 4.000 lainnya.
Pertempuran militer Sudan dengan kelompok RSF pecah ketika negara tersebut tengah berusaha melakukan transisi politik menuju demokrasi sipil pasca ditumbangkannya rezim mantan presiden Omar al-Bashir oleh militer pada 2019. Sebelum dilengserkan, Al-Bashir telah memerintah Sudan selama 26 tahun.