Ahad 30 Apr 2023 09:49 WIB

Imbas Makin Banyak Lajang, Muncul Tren Pemakaman Ini di Korea

Realitas hidup dan mati sendirian telah menjadi begitu mengakar di masyarakat Korea.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Partner
.
Foto: network /Ani Nursalikah
.

Warga beraktivitas di Seoul Railway Station, Seoul, Korea Selatan, Kamis (17/3/2022). Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Warga beraktivitas di Seoul Railway Station, Seoul, Korea Selatan, Kamis (17/3/2022). Foto: AP Photo/Ahn Young-joon

MAGENTA -- Semakin banyak anak muda Korea Selatan (Korsel) memilih tetap melajang. Fenomena ini mengubah industri pemakaman di negara tersebut.

Universitas lokal menawarkan kursus yang mencerminkan tren baru yang muncul di sektor pemakaman. Ini terjadi di tengah pesatnya peningkatan jumlah rumah tangga dengan satu orang dan rekor tingkat kelahiran rendah.

Profesor Ilmu Pemakaman Universitas Eulji, Choi Jae-sil mengatakan pemakaman akhir-akhir ini disederhanakan karena orang beradaptasi dengan kesibukan masyarakat Korea. “Dalam kasus Korsel, kami dulu sangat mementingkan tradisi. Di masa lalu, pemakaman mengikuti nilai-nilai Konfusianisme, seperti pemujaan leluhur dan bakti. Tapi sekarang, budaya pemakaman telah disederhanakan dan nyaman,” kata dia, dilansir di Channel News Asia, Jumat (28/4/2023).

.

.

Dia menambahkan bahwa itu akan lebih disederhanakan di masa depan. Biasanya, pemakaman di Korea berlangsung tiga hari.

Anggota keluarga yang berduka tidak tidur selama periode ini karena satu orang harus selalu terjaga dan berjaga-jaga. Realitas hidup dan mati sendirian telah menjadi begitu mengakar di masyarakat. Bahkan beberapa siswa berusia 20-an sudah mulai berpikir ke depan tentang pemakaman mereka.

BACA JUGA: SinB VIVIZ Tulis Pesan Menyentuh untuk Moonbin ASTRO: 'Kupikir Kita Menua Bersama'

"Saya akan jalani pemakaman alami karena dengan cara ini saya tidak akan menjadi beban bagi orang lain. Dan saya bisa pergi begitu saja tanpa mengeluarkan biaya apa pun ketika saya meninggal," kata mahasiswa jurusan ilmu pemakaman Shim Jae-heon.


Hidup dan Meninggal Sendirian

Seorang warga melintas di Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Lee Jin-man
Seorang warga melintas di Gyeongbok Palace di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Lee Jin-man

Wanita berusia 24 tahun itu tidak memiliki keinginan untuk menikah sampai sekarang. “Saya merasa sangat kekurangan secara ekonomi dan kondisi lainnya, jadi saya pikir tidak apa-apa bagi saya hidup sendiri. Saya tidak suka meminta bantuan orang dan saya lebih suka melakukan sesuatu sendiri,” katanya.

Shim bukan satu-satunya orang yang berpikir demikian. Sedikit lebih dari 30 persen dari 52 juta penduduk Korea Selatan adalah lajang. Kenyataan ini tampaknya tidak mungkin berubah karena banyak orang berusia 20-an, 30-an dan 40-an mengatakan mereka tidak memiliki rencana menikah atau memiliki anak.

Ada kekhawatiran situasinya mungkin tidak dapat diubah. Tingkat kelahiran Korsel sudah menjadi yang terendah di dunia dengan 0,79 persen. Banyak orang diperkirakan sendirian ketika mereka meninggal. Muncul pertanyaan tentang siapa yang akan mengurus pemakaman mereka.

Jumlah kodoksa, istilah Korea yang berarti kematian kesepian tanpa keluarga di sisi (lonely death) meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut sebuah laporan yang dirilis awal tahun ini oleh Kementerian Kesejahteraan, ada sekitar 3.378 kematian kesepian pada 2021, meningkat tiga persen dari 3.279 pada 2020. Selama lima tahun terakhir, jumlah kematian akibat kesepian tumbuh rata-rata sekitar 8,8 persen per tahun.

BACA JUGA: Daftar Lengkap Pemenang Baeksang Arts Awards 2023


Bangkitnya Kremasi

Warga berjalan melewati poster maskot Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Warga berjalan melewati poster maskot Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 di Seoul, Korea Selatan. Foto: AP Photo/Ahn Young-joon

Di antara solusinya adalah kremasi, yang semakin populer dalam beberapa dekade terakhir. Ini dianggap lebih mudah dirawat daripada pemakaman. Umumnya pemakaman jauh dari pusat kota Seoul.

Ini juga memunculkan jenis layanan kolumbarium (rumah abu) yang tidak konvensional. Di salah satu fasilitas, abu dengan surat dan barang-barang pribadi disimpan di rak buku di ruang yang menyerupai perpustakaan. Direktur rumah abu Home, House of Memory Hwang Kwang-Ho mengatakan banyak tempat telah dipesan oleh orang-orang yang merencanakan kematian mereka sendiri.

“Banyak orang merencanakan kematiannya jauh-jauh hari karena tidak ingin menjadi beban bagi anak-anaknya. Dulu, anak-anak umumnya memikul beban ini. Tapi sekarang, budaya itu telah berubah dan orang mengatur penguburannya sendiri,” katanya.

Pada 2021, pemerintah Korea Selatan memberlakukan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Kematian Kesepian. Data dikumpulkan setiap lima tahun sekali untuk memungkinkan pembuat kebijakan menghasilkan langkah-langkah untuk mencegah orang meninggal sendirian.

Tetapi karena jumlah rumah tangga satu orang terus meningkat di negara ini, banyak ahli khawatir pemerintah tidak siap menghadapi perubahan masyarakat.

BACA JUGA:

China Minggir Dulu, Juara Negara Terpadat di Dunia akan Dipegang Negara Ini

On This Day: 30 April 1945, Sang Fuhrer Nazi Adolf Hitler Bunuh Diri di Bunker

Pangeran Wiraguna dari Banten, Benarkah Ia Seorang Belanda yang Memberi Nama Ragunan?

Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat

Asia Dikepung Suhu Setengah Mendidih, Warga Bisa Masak Telur di Bawah Matahari

sumber : https://magenta.republika.co.id/posts/213010/imbas-makin-banyak-lajang-muncul-tren-pemakaman-ini-di-korea
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement