REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dokter ahli penyakit saraf (neurolog) Indonesia Andreas Harry menyarankan dilakukannya tes mini mental state examination (MMSE) bagi calon jamaah haji Indonesia yang pada musim haji 2023 ini diprioritaskan bagi lanjut usia (lansia). Tes MMSE dilakukan guna mendeteksi penyakit demensia (kepikunan).
"Jadi, bisa memakai tes mini mental state examination (MMSE) guna mengetahui apakah calon haji lansia yang bergejala demensia itu masih dalam taraf normal, ringan, sedang atau sudah masuk kategori berat," kata ahli saraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, yang juga anggota International Advance Research Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu saat dihubungi Antara dari Bogor, Rabu (3/5/2023).
Komitmen pemerintah pada musim haji 2023 adalah "Ramah Lansia" yang pemberangkatannya dijadwalkan akan dimulai pada 24 Mei 2023. Hingga 1 April 2023 ada sebanyak 67.199 orang lansia dari total jamaah calon haji Indonesia sebanyak 221 ribu orang.
Perinciannya, calon haji lansia berusia di atas 95 tahun sebanyak 380 orang, usia 86-95 (6.594), usia 76-85 (12.559) dan usia 65-75 sebanyak 47.666 orang.
Menurut dosen pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara (Untar) Jakarta dan pengajar luar biasa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar 1996-2001 itu, dengan kondisi lansia yang berpotensi demensia seperti itu, bila tidak diantisipasi tentu dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kehidupan sosial jamaah itu, dan juga bisa berdampak ke jamaah yang lain.
Karena itu, kata dia, pemeriksaan MMSE hasilnya akan sangat membantu memberikan penanganan bagi kasus-kasus demensia pada calon haji lansia. Dalam literatur Kesehatan, MMSE adalah pemeriksaan kognitif yang menjadi bagian rutin pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dementia.
Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada pasien lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. MMSE adalah suatu metode skrining singkat untuk mendeteksi gangguan kognitif dengan cara memberikan sederet pertanyaan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Gangguan kognitif berhubungan dengan pemahaman, memori, komunikasi, dan pemikiran seseorang. Tes ini sebenarnya sudah dikembangkan sejak 1975. Kala itu, MMSE telah banyak digunakan untuk mengukur penurunan mental seseorang dari waktu ke waktu dengan hasil penilaian yang bersifat kualitatif.
Skala penilaian MMSE bervariasi di setiap negara. Namun, secara garis besar interpretasinya kurang-lebih sama, yaitu 25-30 tergolong ke dalam kategori normal.
Adapun skor di bawah 24 berarti terdapat gangguan kognitif pada pasien. Skor ini kemudian dikelompokkan lagi ke dalam gangguan kognitif ringan, sedang, hingga berat. Pada umumnya, skor rendah menunjukkan pasien mengalami demensia.