Senin 08 May 2023 18:02 WIB

Hampir Semua Air Sumur di Yogya Tercemar E.coli, tak Layak Dikonsumsi Langsung

Selain bakteri E.coli, hampir semua sumur juga tercemar nitrat.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Agus raharjo
Sungai Code, Gondomanan, Yogyakarta, Senin (30/1/2023). Warga di tepian Sungai Code banyak terlihat menambang pasir pascabanjir sehari sebelumnya. Jika pascabanjir banyak pasir Gunung Merapi yang ikut terbawa aliran air. Bagi warga hasil menambang pasir bisa membantu perekonomian. Pasir dijual Rp 8 ribu hingga Rp 15 ribu per karung tergantung jarak pengantaran.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sungai Code, Gondomanan, Yogyakarta, Senin (30/1/2023). Warga di tepian Sungai Code banyak terlihat menambang pasir pascabanjir sehari sebelumnya. Jika pascabanjir banyak pasir Gunung Merapi yang ikut terbawa aliran air. Bagi warga hasil menambang pasir bisa membantu perekonomian. Pasir dijual Rp 8 ribu hingga Rp 15 ribu per karung tergantung jarak pengantaran.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta melalui UPT Laboratorium Lingkungan Hidup menyebut bahwa hampir seluruh air sumur di Kota Yogyakarta tercemar bakteri E.coli. Dengan begitu, air sumur tidak layak dikonsumsi secara langsung.

"Hampir semua air sumur di Kota Yogyakarta itu tidak layak dikonsumsi secara langsung, jadi harus diproses terlebih dahulu," kata Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, DLH Kota Yogyakarta, Sutomo kepada Republika.co.id, Senin (8/5/2023).

Baca Juga

Hal ini disampaikan Sutomo usai Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta dan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DIY menilai penting untuk dilakukannya perbaikan pengelolaan air secara terpadu. Termasuk memberikan akses air bersih untuk masyarakat rentan.

Pasalnya, dalam sepekan kemarin sejumlah daerah di DIY darurat air bersih. Mulai dari matinya PDAM di Kabupaten Kulon Progo yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan air masyarakat, dan juga menyebutkan bahwa hampir seluruh air sumur tidak layak konsumsi di Kota Yogyakarta.

Bahkan, kualitas air sungai dan embung juga dikatakan tercemar melewati batas baku mutu. Sutomo tidak menampik bahwa hampir seluruh air sumur di Kota Yogyakarta tidak dapat dikonsumsi, namun secara langsung.

Dengan begitu, jika ingin dikonsumsi harus melalui proses yang baik. Dari hasil uji laboratorium yang terus dilakukan, air sumur ini tidak dapat dikonsumsi langsung karena tercemar E.coli dan ada juga yang sampai tercemar nitrat.

"Sebetulnya kalau E.coli ini mudah, kalau ingin dikonsumsi, direbus dengan suhu mendidih. Tiga menit sudah mati karena dia bakteri. Tidak masalah (kalau mau dikonsumsi) kalau diproses dengan baik," ujar Sutomo.

Meski begitu, Sutomo menuturkan bahwa saat ini masyarakat justru lebih banyak yang mengkonsumsi air isi ulang dibandingkan dengan air sumur. Penggunaan air sumur ini rata-rata digunakan untuk MCK (mandi cuci kakus).

"Saya kira lebih murah pakai air galon dibanding dengan merebus dengan bahan bakar. Memudahkannya air sumur dipakai untuk MCK saja, untuk dikonsumsi air ulang dan PDAM juga bisa menjadi solusi," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement