Senin 08 May 2023 20:23 WIB

Tembakau-Narkotika Disetarakan, Granat: Adiksi Keduanya Tidak Sama

Penyetaraan tembakau, narkotika dan alkohol di draf RUU Kesehatan dinilai tak tepat

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang pria merokok di sebuah jalan di Jakarta. Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Firman Soebagyo, menyebut penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam draf RUU Kesehatan tidak tepat. Sebab, menurut dia, adiksi narkoba tidak sama dengan tembakau.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Seorang pria merokok di sebuah jalan di Jakarta. Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Firman Soebagyo, menyebut penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam draf RUU Kesehatan tidak tepat. Sebab, menurut dia, adiksi narkoba tidak sama dengan tembakau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Firman Soebagyo, menyebut penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam draf RUU Kesehatan tidak tepat. Sebab, menurut dia, adiksi narkoba tidak sama dengan tembakau.

“Itu tidak tepat, itu diskriminasi. Tembakau bukan narkotika, berarti ada penyelundupan pasal yang akan mematikan industri tembakau sebagai salah satu sumber penerimaan negara terbesar,” ujar Firman kepada wartawan, Senin (8/5/2023).

Pria yang juga merupakan anggota DPR Komisi IV itu menambahkan, diferensiasi zat adiktif itu sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui tiga putusan, yakni nomor 6/PUU-VII/2009, 34/PUU-VIII/2010, dan 71/PUU-XI/2013. Di mana, lewat ketiga putusan tersebut MK menegaskan adiksi rokok berbeda dengan narkotika dan psikotropika.

“Putusan MK tersebut sudah final dan mengikat. Narkotika dan psikotropika ini sudah ada UU-nya tersendiri,” kata Firman.

Nikotin yang terdapat dalam tembakau merupakan zat adiktif yang legal, serupa dengan kafein pada kopi, teh, dan minuman energi. Sebaliknya, narkotika dan psikotropika sudah diatur dan digolongkan secara khusus melalui UU Narkotika.

Sementara itu, sebagai contoh, narkotika golongan I seperti kokain, ganja, dan lainnya dinyatakan ilegal untuk diproduksi dan dikonsumsi. Narkotika adalah zat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, hingga mengurangi rasa nyeri, dan sejumlah kondisi khusus.

Sebelumnya, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Aris Arif Mundayat, juga memberi respons terkait RUU Kesehatan yang mengelompokkan tembakau serupa dengan narkotika dan psikotropika. Menurut dia, hal itu justru akan memangkas hak-hak konstitusional para pelaku usaha tembakau sampai para konsumen.

“Konsumen dan produsen tembakau akan tidak terlindungi secara konstitusional. Bahkan petani tembakau bisa kehilangan komoditas tembakau jika dipersepsikan sama dengan narkoba oleh aparat hukum. Perlindungan konstitusional mestinya harus jelas dan tegas agar petani tembakau tidak dirugikan,” kata Aris.

Dengan ketentuan itu, menurut dia, maka akan timbul konsekuensi hukum yang akan menyamakan proses produksi dan distribusi dari jenis-jenis barang adiktif itu. Untuk para pelaku industri hasil tembakau, hal tersebut tentu akan sangat merugikan industri tembakau, hingga menggerus pendapatan negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement