REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang guru aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Husein Ali Rafsanjani, mengaku mendapatkan intimidasi. Hal itu terjadi setelah ia melaporkan adanya praktik pungutan liar (pungli) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran. Karena tidak kuat mendapatkan intimidasi, ia pun memilih mengundurkan diri.
Husein menjelaskan, kasus dugaan pungli terjadi saat latihan dasar (latsar) calon pegawai sipil negara (CPNS) 2020. Menurut dia, ketika semua peserta latsar 2020 mendapatkan surat tugas dengan detail anggaran yang sudah dianggarkan negara, tiba-tiba saja sepekan sebelum pelaksanaan, semua peserta diminta membayar uang transportasi.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya Husein, saya minta maaf kalau emang jadi perhatian banyak orang. Cuman saya ingin menjelaskan detailnya kenapa saya berani speak up, kenapa saya berani mengundurkan diri," ujar Husein dalam video yang diunggah di akun Instagram @husein_ar dikutip Republika.co.id di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Husein mengaku jengkel dengan kebijakan itu. Pasalnya, semua peserta yang tidak ikut rombongan pun juga diharuskan membayar uang transportasi.
"Kalau saya kan naik motor dari Pangandaran ke Bandung, ada juga kan orang yang gak bisa ikut karena lagi hamil atau lagi sakit itu juga harus bayar. Makanya bagi saya jengkel aja gitu, tapi ya udahlah saya bayar pada waktu itu," ujar Husein.
Kejengkelan Husein tak berhenti sampai di situ. Saat pelaksanaan latsar, kata dia, semua peserta juga diminta membayar Rp 350 ribu. Dia pun merasa berat jika dikenakan biaya, apalagi belum menerima gaji.
"Terus waktu lagi latsar tiba-tiba ditagih lagi uang sebesar Rp 350 ribu, ya walaupun under sejuta (rupiah) lah. Bagi beberapa orang mungkin tidak seberapa, tapi bagi kita nih agak berpengaruh gitu. Apalagi waktu itu tuh kita gaji selama tiga bulan belum dibayar, benar-benar belum dibayar lagi," kata Husein.
Karena memang tidak memiliki uang, Husein pun geram ketika petugas menagihnya. Ia pun menunjukkan saldo di buku tabungan yang hanya tersisa Rp 500 ribu. "Sampai yang nagih itu saya bilang, saya nggak ada uang banget. Saya kasih screenshoot isi rekening saya. Nggak ada di Rp 500 ribu aja itu gak ada di rekening. Jadi, saya lapor aja di Lapor.go.id," ujar Husein.
Saat melaporkan praktik pungli, Husein mencantumkan bukti tangkapan layar penagihan dan transfer. Dia mengaku membuat laporan secara baik-baik dengan temannya. Ternyata laporan pungli direspons cepat. "Nggak lama dari laporan itu saya kirim dicari tiba-tiba, dicari siapa yang lapor," kata Huseun.
Setelah itu, Husein mengaku mendapatkan intimidasi karena melaporkan praktik pungli latsar CPNS 2020. Karena ada beberapa temannya yang terseret, ia pun memberanikan diri mengaku sebagai pelapor praktik pungli. "Karena banyak yang dituding, kasihan saya nggak mau ngerugiin orang, saya ngaku aja bahwa saya itu yang ngelapor," katanya.
Kemudian, Husein diminta menghadap ke kantor BKPSDM Pangandaran. Dia malah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dan diinterogasi. "Itu tuh suasananya kayak gimana ya, HP disuruh ditaruh di depan, terus suasananya gak enak lah. Terus saya dikepung 12 orang. Saya di tengah, dilingkarin gitu. Terus ditanya-tanya gitu kan, kenapa melapor?" ujar Husein.
Husein mengaku merasa keberatan dengan uang yang harus dibayarkan untuk latsar, yang kegiatan itu sudah didanai pemerintah. "Terus mereka beralibi bahwa sebenarnya uangnya ada. Cuma uangnya di-refocusing untuk Covid," kata Husein menirukan penjelasan petugas.
Husein pun meminta surat perpindahan dana yang tadinya untuk latsar kemudian dipindahkan untuk penanganan Covid-19. Penjelasan petugas berbeda lagi. "Mereka bilang beralasan lagi, sebenarnya uangnya gak ada. Jadi, karena kamu latsarnya waktu awal online tiba-tiba offline jadi dananya belum disiapkan dari awal. Jadi, berbeda sama argumen sebelumnya," kata Husein yang mengunggah kronologi di videonya.
“Setelah itu disidang, sidanglah ada enam kali saya di kantor disidang, disuruh nurunin, diancam dipecat juga. Lucu sih kamu katanya kalau laporan itu tidak diturunkan kamu bisa dipecat karena dianggap mencemarkan nama baik instansi," ujarnya.
Husein saat itu tidak gentar dan meminta jika terbukti bersalah dipecat saja. "Mereka bingung, lalu menghubungi CPNS yang satu sekolah," katanya.
Menurut Husein, setelah kejadian itu sekolahnya pun didatangi dan dicari masalahnya apa. Dia menyebut, dipanggil kembali untuk didesak menurunkan laporan yang dibuatnya. "Ya udahlah saya capek karena banyak yang dirugiin. Saya nurunin laporan,” kata Husein.
Husein mengungkapkan, jika laporan tidak dicabut, surat keputusan (SK) CPNS-nya tidak turun pada Maret 2020. Karena tidak kuat dengan tekanan, ia sempat pulang ke rumah orang tuanya di Bandung.
"Saya merasa sakit hati beda perlakuan, saya cabut ke Bandung tunggu pemecatan gak keluar-keluar, orang tua juga berat, ibu nangis-nangis. Untuk Pemerintah Pangandaran, orang-orang kayak gitu jangan dipakai terus," kata Husein.