REPUBLIKA.CO.ID, FSGI Minta Kasus Dugaan Pungli Pangandaran Tidak Diselesaikan Secara Politis
JAKARTA — Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta agar penyelesaian kasus dugaan pungli yang dilaporkan oleh guru aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, dan kemudian mendapatkan tekanan diselesaikan tidak dengan cara politis. Menurut FSGI, guru di Pangandaran itu beruntung karena kasusnya viral, tak seperti guru-guru lain yang mengalami hal serupa.
“Namun untuk kasus-kasus serupa, di mana guru mendapatkan intimidasi dari birokrasi di berbagai daerah, penyelesaiannya tidak seberuntung kasus guru SMPN 2 Pengandaran ini,” ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, kepada Republika, Senin (15/5/2023).
Dia menyampaikan, sejatinya, penyelesaian kasus dengan cara politis sebenarnya sah-sah saja dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan. Tapi, yang perlu diingat, harus tetap berpedoman pada peraturang perundang-undangan yang berlaku dalam setiap proses yang berjalan.
“Dalam kasus ini, guru pelapor beruntung karena kasusnya viral setelah yang bersangkutan bicara terbuka di media sosial. Karena suasana politik juga sedang menghangat menuju tahun 2024,” jelas dia.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, mengatakan, pihaknya mengapresiasi bupati Pangandaran yang menaruh perhatian pada kasus tersebut dan mendukung guru pelapor. Tapi, FSGI mendorong agar penanganan kasus tersebut dilakukan dengan membentuk tim investigasi. Di mana, tim tersebut dapat melakukan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“FSGI mendorong penanganan kasus melalui pembentukan tim investigasi, agar penyelesaian kasus sesuai peraturan perundangan, bukan politis. Apalagi banyak aspek dalam kasus ini yang harus ditindak tegas agar ada efek jera dan tidak terulang kelak di kemudian hari,” ujar Heru.
Heru menjelaskan, FSGI melihat persoalan dugaan pungli tersebut semestinya tak perlu sampai menimbulkan ancaman bagi pelapor. Kalaupun guru ASN pelapor itu keliru, semestinya penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ASN.
“Di antaranya PP 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS dan juga UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengingat pelapor adalah ASN guru. Di mana UU Guru dan Dosen memberikan hak guru pelapor untuk diberi kesempatan membela diri, bukan disidang dengan pendekatan intimidasi,” jelas dia.
Heru menambahkan, jika dari sana benar ditemukan ada arogansi dan ancaman dari pihak birokrasi terhadap guru pelapor, maka seharusnya pihak bupati memerintahkan pembentukan tim investigasi. Tim tersebut, kata dia, merupakan tim gabungan dari sejumlah OPD terkait, seperti Inspektorat Daerah, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dan dinas pendidikan.
“Jika terbukti ada pungli, maka hal substansinya adalah wajib ditangani dan semua oknum yang terlibat wajib diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku, termasuk memeriksa oknum birokrasi yang diduga melakukan ancaman pada ASN pelapor,” terang dia.